Minggu, 04 Februari 2018

Pertumbuhan untuk Siapa?


Hitungan bulan saja hiruk pikuk pesta demokrasi menjelang. Kontestasi Gubernur dan Kepala Daerah serentak dilakukan di 2018. Pemilihan Legislatif dan Presiden masih 2019. Tiap hari media mewartakannya. Pendaftaran calon sudah dilakukan. Strategi pemenangan pun sudah mulai dirancang.
Hampir terjadi di seluruh pelosok Indonesia, tahun politik keberadaan “DATA” menjadi penting. Pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran menjadi naik daun. Dibahas dari berbagai sudut pandang. Kadangkala, satu jenis data dibahas dengan cara berbeda. Seringkali dengan pemaknaan yang berbeda.
Pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi masyarakat masih miskin. Isu ini selalu menjadi bahan perdebatan. Tiga tahun masa Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, masalah daya beli menjadi trending. Padahal program prioritas pembangunan dalam Nawa Cita  salah satunya dirancang agar bangsa mampu mandiri secara ekonomi. Mandiri secara ekonomi memandang bahwa seluruh lapisan masyarakat mampu berdiri sendiri secara perekonomian.

Pertumbuhan Ekonomi
Untuk siapa? Pertumbuhan ekonomi ini siapa yang menikmati? Hal ini menuntut kondisi pertumbuhan ekonomi tidak sekedar angka. Tidak hanya memacu angka pertumbuhan yang tinggi.Namun pertumbuhan itu harus bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Kiranya sangat sesuai tema kebijakan fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 mendatang.
Mengakselerasi pertumbuhan yang berkeadilan. Tema kebijakan fiskal tahun 2018 yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam konferensi pers tentang APBN 2018 di Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu. Harapannya kebijakan fiskal yang disusun dapat mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Sasaran akhirnya adalah pemerataan pertumbuhan ekonomi. Tidak seperti kondisi beberapa tahun belakangan, dimana ketika ekonomi tumbuh tinggi yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Kemudian di sisi lain pertumbuhan ekonomi juga menciptakan berbagai masalah terkait sumber daya alam dan kerusakan lingkungan.
Penggerak pertumbuhan ekonomi nasional adalah industri manufaktur dan perdagangan. Kedua kategori ini merupakan penopang ekonomi nasional. Kontribusi keduanya terhadap PDB triwulan III 2017 mencapai 32,91 persen. Selain kontribusi dalam perekonomian yang cukup besar, kedua kategori ini pun mampu menyerap lebih dari 50 persen tenaga kerja non pertanian di Indonesia (hasil listing Sensus Ekonomi 2016). Pada triwulan III 2017secara  year on year pertumbuhan ekonomi mencapai 5,06 persen. Sumber pertumbuhan ekonomi sebesar 1,79 persen berasal dari lapangan usaha ini.
Tahun 2011 lalu angka pertumbuhan ekonomi (LPE) Indonesia mencapai 6,17 persen. Namun pada 2016 mengalami perlambatan menjadi 5,02 persen.  Series angka pertumbuhan ekonomi nasional menunjukkan kondisi cukup stabil pada kisaran 5 persen setiap tahunnya.  Apakah angka ini cukup berkualitas bagi Indonesia?.

Pertumbuhan berkualitas
Pertumbuhan ekonomi yang  berkualitas  adalah  pertumbuhan  yang menciptakan pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. LPE tinggi saja tidak cukup. Apakah LPE tinggi tersebut sudah dinikmati seluruh lapisan masyarakat? Apakah penduduk miskin berkurang? Apakah pengangguran semakin sedikit?.
Disadari bersama bahwa sebagian besar masyarakat kita “baru” menikmati sebagian kecil saja porsi kue pendapatan. Kontribusi UMKM terhadap PDB pada periode 2009-2013 baru mencapai 57,6 persen (Warta KUMKM Vol 5 No 1 tahun 2016, Bappenas). Padahal usaha mikro kecil adalah usaha terbanyak di Indonesia, yaitu 26,71 juta usaha (hasil listing Sensus Ekonomi 2016, BPS). Ketimpangan pun masih terjadi. Gini Rasio sebagai ukuran tingkat ketimpangan menunjukkan angka 0,391 pada September 2017. Memang menunjukkan adanya penurunan jika dibandingkan 2011, yaitu dari 0,422  menjadi 0,391  pada 2017. Selama periode 2011 hingga 2017, angka kemiskinan pun menunjukkan penurunan, dari 30,02 juta orang pada Maret 2011 menjadi 26,58 juta orang pada September 2017. Demikian pula tingkat kemiskinan yang turun, dari 12,49 persen menjadi 10,12 persen.
Kemiskinan turun, kesempatan kerja meningkat, ketimpangan menurun dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kondisi ideal pertumbuhan ekonomi berkualitas.Program akselerasi dengan besarnya anggaran yang digelontorkan ke daerah perlu mendapat perhatian. Adil bukan lah sama rata. Membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat miskin dalam pendidikan, merupakan pintu masuk upaya masyarakat miskin keluar dari kemiskinannya. Sinergitas antar stakeholders pendidikan utamanya perlu ditingkatkan. Keterkaitan antara SMK dengan industry perlu digiatkan. Kita tahu, bahwa persentase penganggur terbanyak di Indonesia adalah lulusan SMK.
Dan satu hal yang juga perlu mendapat perhatian kita bersama kiranya adalah program pembangunan tersebut memberikan porsi seimbang pada kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Agar pembangunan kita tidak semata-mata mengejar target pertumbuhan. Tidak hanya mengejar angka pertumbuhan yang tinggi. Tetapi pertumbuhan ekonomi kita dapat dijaga keberlanjutannya.
Satu hal yang harus kita yakini bersama, mengakselerasi pertumbuhan ekonomi berkeadilan tidak bisa tanpa data. Mari kerja bersama dengan data.  Tidak hanya menjelang Pilkada. Kerja bersama dengan data untuk mengakselerasi pertumbuhan berkeadilan. Untuk siapa? Tentunya untuk seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Tidak hanya untuk kita, tetapi juga untuk anak cucu. ***


#MenulisAsyikDanBahagia
#PerempuanBPSMenulis
#15HariBercerita
#HariKe-2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bandung (kembali) diguyur hujan

Bandung kembali diguyur hujan, siang ini dari lantai 5 gedung kantor,...... menikmati hujan yang derasnya luar biasa... kilat, petir, gel...