Hitungan bulan saja
hiruk pikuk pesta demokrasi menjelang. Kontestasi Gubernur dan Kepala Daerah serentak dilakukan di 2018. Pemilihan Legislatif dan Presiden
masih 2019. Tiap hari media mewartakannya.
Pendaftaran calon sudah dilakukan. Strategi pemenangan
pun sudah mulai dirancang.
Hampir terjadi di
seluruh pelosok Indonesia, tahun politik keberadaan “DATA” menjadi penting. Pertumbuhan
ekonomi, kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran menjadi naik daun. Dibahas
dari berbagai sudut pandang. Kadangkala, satu jenis data dibahas dengan cara
berbeda. Seringkali dengan pemaknaan yang berbeda.
Pertumbuhan ekonomi
tinggi, tetapi masyarakat masih miskin. Isu ini selalu menjadi bahan
perdebatan. Tiga tahun masa Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, masalah daya
beli menjadi trending. Padahal program
prioritas pembangunan dalam Nawa Cita
salah satunya dirancang agar bangsa mampu mandiri secara ekonomi. Mandiri
secara ekonomi memandang bahwa seluruh lapisan masyarakat mampu berdiri sendiri
secara perekonomian.
Pertumbuhan
Ekonomi
Untuk siapa?
Pertumbuhan ekonomi ini siapa yang menikmati? Hal ini menuntut kondisi
pertumbuhan ekonomi tidak sekedar angka. Tidak hanya memacu angka pertumbuhan
yang tinggi.Namun pertumbuhan itu harus bisa dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat. Kiranya sangat sesuai tema kebijakan fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 mendatang.
Mengakselerasi
pertumbuhan yang berkeadilan. Tema kebijakan fiskal tahun 2018 yang disampaikan
Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam konferensi pers tentang APBN 2018 di Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu.
Harapannya kebijakan fiskal yang disusun dapat mendorong akselerasi pertumbuhan
ekonomi yang berkeadilan. Sasaran akhirnya adalah pemerataan pertumbuhan
ekonomi. Tidak seperti kondisi beberapa tahun belakangan, dimana ketika ekonomi
tumbuh tinggi yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Kemudian
di sisi lain pertumbuhan ekonomi juga menciptakan berbagai masalah terkait
sumber daya alam dan kerusakan lingkungan.
Penggerak
pertumbuhan ekonomi nasional adalah industri manufaktur dan perdagangan. Kedua
kategori ini merupakan penopang ekonomi nasional. Kontribusi keduanya terhadap
PDB triwulan III 2017 mencapai 32,91 persen. Selain kontribusi dalam
perekonomian yang cukup besar, kedua kategori ini pun mampu menyerap lebih dari
50 persen tenaga kerja non pertanian di Indonesia (hasil listing Sensus Ekonomi
2016). Pada triwulan III 2017secara year on year pertumbuhan ekonomi
mencapai 5,06 persen. Sumber pertumbuhan ekonomi sebesar 1,79 persen berasal
dari lapangan usaha ini.
Tahun
2011 lalu angka pertumbuhan ekonomi (LPE) Indonesia mencapai 6,17 persen. Namun
pada 2016 mengalami perlambatan menjadi 5,02 persen. Series angka pertumbuhan ekonomi nasional
menunjukkan kondisi cukup stabil pada kisaran 5 persen setiap tahunnya. Apakah angka ini cukup berkualitas bagi
Indonesia?.
Pertumbuhan berkualitas
Pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas adalah
pertumbuhan yang
menciptakan pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan dan membuka
kesempatan kerja yang luas. LPE tinggi saja tidak cukup. Apakah LPE tinggi
tersebut sudah dinikmati seluruh lapisan masyarakat? Apakah penduduk miskin
berkurang? Apakah pengangguran semakin sedikit?.
Disadari
bersama bahwa sebagian besar masyarakat kita “baru” menikmati sebagian kecil
saja porsi kue pendapatan. Kontribusi UMKM terhadap PDB pada periode 2009-2013
baru mencapai 57,6 persen (Warta KUMKM Vol 5 No 1 tahun 2016, Bappenas).
Padahal usaha mikro kecil adalah usaha terbanyak di Indonesia, yaitu 26,71 juta
usaha (hasil listing Sensus Ekonomi 2016, BPS). Ketimpangan pun masih terjadi. Gini
Rasio sebagai ukuran tingkat ketimpangan menunjukkan angka 0,391 pada September 2017. Memang menunjukkan adanya penurunan jika dibandingkan 2011, yaitu dari
0,422 menjadi 0,391 pada 2017. Selama periode 2011 hingga 2017,
angka kemiskinan pun menunjukkan penurunan, dari 30,02 juta orang pada Maret
2011 menjadi 26,58 juta orang pada September 2017. Demikian pula tingkat kemiskinan
yang turun, dari 12,49 persen menjadi 10,12 persen.
Kemiskinan
turun, kesempatan kerja meningkat, ketimpangan menurun dan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, kondisi ideal pertumbuhan ekonomi berkualitas.Program akselerasi dengan
besarnya anggaran yang digelontorkan ke daerah perlu mendapat perhatian. Adil
bukan lah sama rata. Membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat miskin dalam
pendidikan, merupakan pintu masuk upaya masyarakat miskin keluar dari
kemiskinannya. Sinergitas antar stakeholders pendidikan utamanya perlu
ditingkatkan. Keterkaitan antara SMK dengan industry perlu digiatkan. Kita
tahu, bahwa persentase penganggur terbanyak di Indonesia adalah lulusan SMK.
Dan
satu hal yang juga perlu mendapat perhatian kita bersama kiranya adalah program
pembangunan tersebut memberikan porsi
seimbang pada kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Agar pembangunan
kita tidak semata-mata mengejar target pertumbuhan. Tidak hanya mengejar angka
pertumbuhan yang tinggi. Tetapi pertumbuhan ekonomi kita dapat dijaga
keberlanjutannya.
Satu
hal yang harus kita yakini bersama, mengakselerasi pertumbuhan ekonomi
berkeadilan tidak bisa tanpa data. Mari kerja bersama dengan data. Tidak hanya menjelang Pilkada. Kerja bersama
dengan data untuk mengakselerasi pertumbuhan berkeadilan. Untuk siapa? Tentunya
untuk seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Tidak hanya untuk kita, tetapi
juga untuk anak cucu. ***
#MenulisAsyikDanBahagia
#PerempuanBPSMenulis
#15HariBercerita
#HariKe-2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar