tapi masih belum rezeki dimuat di media cetak... jadi muat disini aja... 😉😉
Akurasi data pangan kembali
dipertanyakan. Seperti mengulang nostalgia. Belakangan ini, beberapa media
mewartakan kondisi carut marutnya data pangan di Indonesia. Terkadang ada
pihak-pihak yang saling menyalahkan. Merasa paling benar, walau mungkin
tujuannya benar.
Biasanya, ketika pemerintah mengumumkan
akan melakukan impor suatu komoditas pangan, hal ini kembali mencuat. Ketidakselarasan data produksi lah yang sering
menjadi pencetus polemik.
Masih segar dalam ingatan kita, ketika
data pangan dipertanyakan. Data produksi terkesan over estimate. Kenapa? Ketika pemerintah menyatakan stok pangan
aman, cukup hingga beberapa bulan ke depan, kondisi di lapangan menunjukkan hal
sebaliknya. Komoditas langka di pasaran. Harga pun melonjak tinggi. Setiap hari
harga merangkak naik tak terkendali. Inisiatif importasi pun digelontorkan.
Bagaimana produksi pangan kita? Komoditas
tanaman pangan di Indonesia meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar,
kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Statistik Indonesia menunjukkan data
produksi padi pada tahun 2015 mencapai 75,36 juta ton dengan tingkat
produktivitas 53,39 kuintal per hektar. Adapun jagung, yang juga menjadi
makanan pokok bagi beberapa daerah di Indonesia pada tahun 2015 mampu mencapai
produksi 19,61 juta ton. Hasil produksi keseluruhan tanaman pangan di Indonesia
pada akhirnya mampu menciptakan nilai tambah bagi perekonomian. Pada tahun
2015, nilai tambah yang dihasilkan oleh tanaman pangan di Indonesia mencapai Rp
1.183,97 triliun dan berkontribusi sebesar 3,45 persen terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB). Nilai tambah ini diantaranya dihitung berdasarkan data produksi
tanaman pangan.
Selama ini data produksi pangan tersebut berasal dari hasil angka
ramalan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Pertanian. BPS bersama-sama
dengan Kementrian Pertanian melakukan pengukuran produktivitas tanaman pangan
melalui survey ubinan. Melalui survey ini diketahui rata-rata produktivitas
dari komoditas tanaman pangan pada suatu wilayah. Untuk mengetahui jumlah
produksi, maka rata-rata produktivitas tersebut dikalikan dengan luas panen.
Adapun data luas panen diperoleh dari Kementrian Pertanian melalui petugas
pengumpul data di lapangan berdasarkan metode konvensional pandangan mata atau
“eye estimate” petugas. Hal inilah
yang disinyalir tingkat akurasinya masih lemah.
Urgensi
Data Pangan
Akurasi data yang lemah tentu menjadi
persoalan. Ditengah upaya mencapai kemandirian pangan hal ini menjadi urgen.
Apalagi bagi Indonesia dengan populasi yang semakin bertambah, ketepatan data
pangan mutlak dibutuhkan. Kemandirian pangan rasanya sulit tercapai tanpa data
yang akurat dan objektif. Artinya data tersebut secara tepat dan benar
menggambarkan kondisi sebenarnya. Perlu
integrasi data dari berbagai stakeholders.
Bukan data yang berserakan di berbagai kementrian, lembaga, unit teknis atau
bahkan individu.
Data berintegritas diperlukan untuk menjamin kestabilan
ketahanan pangan rakyat.
Disadari bersama bahwa keberhasilan pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan perencanaan yang baik dan partisipasi berbagai pihak. Data dan informasi yang akurat dan tepat waktu sebagai dasar penetapan target dan tujuan yang ingin dicapai sangat diperlukan. Kesalahan data dan informasi tentunya mengakibatkan perencanaan yang dibuat tidak akan berguna atau bahkan merugikan pada tahap implementasi kebijakan. Maka dipandang perlu dan penting untuk melakukan perbaikan data pangan di Indonesia.
Disadari bersama bahwa keberhasilan pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan perencanaan yang baik dan partisipasi berbagai pihak. Data dan informasi yang akurat dan tepat waktu sebagai dasar penetapan target dan tujuan yang ingin dicapai sangat diperlukan. Kesalahan data dan informasi tentunya mengakibatkan perencanaan yang dibuat tidak akan berguna atau bahkan merugikan pada tahap implementasi kebijakan. Maka dipandang perlu dan penting untuk melakukan perbaikan data pangan di Indonesia.
Kerangka Sampel
Area (KSA)
Forum Masyarakat Statistik (FMS) bersurat kepada Presiden
RI tanggal 31 Desember 2015 Nomor 25/FMS/12/2015 perihal Perbaikan Statistik Produksi Beras. Kemudian
surat dari Kepala Staf Presiden RI kepada Kepala BPS RI tanggal 16 Juni 2016
Nomor B-68/KSK/06/2016 perihal Perluasan dan Percepatan Penerapan Metode
Kerangka Sampel Area menjadi salah satu dasar dilaksanakannya KSA di Indonesia
dan titik awal upaya perbaikan data pangan.
Dalam pelaksanaannya, BPS
menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Menurut Kepala BPPT kegiatan
yang dilakukan merupakan teknologi inventarisasi untuk estimasi dan peramalan
luas tanaman padi terutama luas panen yang didasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah
yang disebut sebagai sistem pendekatan “Kerangka Sampel Area (KSA)”. Sistem
tersebut merupakan intergrasi dari beberapa disiplin ilmu pengetahuan, terutama
Statistika, pertanian, teknologi remote sensing (GIS), GPS dan teknologi
informasi.
KSA didefinisikan sebagai teknik pendekatan penyampelan
yang menggunakan area lahan sebagai unit enumerasi. Sebagaimana disampaikan di
atas bahwa sistem ini berbasis teknologi sistem informasi geografi (SIG), penginderaan
jauh, teknologi informasi, dan statistika.
Saat ini setiap tujuh hari terakhir pada setiap bulan, seluruh
insan BPS dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia sedang mengimplementasikan KSA. Unit
statistik (statistical unit) yang
menjadi sasaran kegiatan sampai ke level kecamatan, sedangkan obyek komoditas
pertanian tanaman pangan yang sedang dilakukan adalah padi. Namun ke depan
masih memungkinkan untuk pengembangan komoditas tanaman pangan yang lainnya.
KSA bertujuan untuk memperbaiki metode pengumpulan data
menjadi lebih objektif dan modern dengan melibatkan teknologi di dalamnya,
sehingga data yang dikumpulkan menjadi lebih akurat dan tepat waktu. Harapannya,
pendekatan KSA mampu menjawab penyediaan data dan informasi yang akurat dan
tepat waktu untuk mendukung perencanaan Program Ketahanan Pangan Nasional.
Upaya perbaikan data telah dilakukan. Perlu dukungan dan
partisipasi. Tidak hanya BPS dan BPPT selaku penyedia teknologi, tapi semua
pihak. Untuk data pangan berintegritas, mari berintegrasi. Untuk data pangan
lebih baik.***
#PerempuanBPSMenulis
#MenulisAsyikDanBahagia
#15HariBercerita
#HariKe-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar