Sabtu, 17 Februari 2018

Indonesia di 2030 dan Middle Income Trap

Kata ayah, wah jauh banget menerawang nya....sampe 2030?



Hehe...nemu ini sepulang pelatihan, mampir gramedia...
Hasil pemikiran para Iluni FEB UI...

Sebenernya, nemu buku yg judulnya bikin kaget,...tp mau beli koq rasanya jadi deg degan, krn judulnya serasa bertentangan dg apa yg dikerjakan selama ini. Judul buku itu terkait PDB, tapi bukan Produk Domestik Bruto, melainkan Problem Domestik Bruto...ah kapan2 aja baca buku itu hehehe

Balik ke Indonesia di Tahun 2030, tebal buku ini sekitar 423 halaman, tapi saya baru sampe bbrp halaman awal saja melahapnya....

Di sambutan ketua Iluni FEB UI, disampaikan bahwa berdasarkan kajian PwC tahun 2017, Indoneaia berdasarkan Market Exchange Rate (MER) diproyeksikan pada tahun 2030 akan menjadi peringkat ke-9 PDB (yang ini Produk Domestik Bruto) terbesar di dunia atau peringkat ke-8 berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP)....

Untuk mewujudkannya, kita harus memanfaatkan bonus demografi sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi sehingga tidak terjebak dalam middle income.

Hasil survei Credit Suisse Global Wealth 2015 menunjukkan 45% kekayaan dunia hanya dinikmati oleh 0,7% penduduk dunia. Fenomena kesenjangan ini juga ditunjukkan melalui Gini Rasio yang dirilis BPS. Kesenjangan, terutama antar perdesaan dan perkotaan, antar pulau, dan antar kawasan (barat dan timur) masih terasa di Indonesia

Dalam RPJMN diungkapkan pentingnya mencapai pertumbuhan ekonomi diatas 7% setiap tahunnya....masih jauh dr harapan, karena di 2017 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu berada pada level  5,07%.

Bank Indonesia mengestimasikan agar Indonesia bisa keluar dari middle income trap, maka diperlukan pertumbuhan ekonomi minimal 6 - 10 % setiap tahunnya sebelum bonus demografi berakhir di 2030.

Perlu dicari sumber2 ekonomi baru. Sumber ekonomi baru yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, hingga pada saat bonus demografi berakhir, kita bisa keluar dari "jebakan" middle income.

Middle Income Trap (MIT) adalah sebuah situasi yang dihadapi sebuah negara saat negara tersebut tidak mampu meningkatkan perekonomiannya menuju keranjang high income countries.
Negara – negara ini berada pada status negara berpendapatan menengah keatas. Ketidakmampuan untuk meningkatkan pendapatan per kapita disebabkan oleh banyak akibat, diantaranya adalah ketidakmampuan bersaing negara – negara ini dengan negara maju akibat kurangnya inovasi, modal manusia, dan kegiatan – kegiatan yang bernilai tambah lebih tinggi. Namun, di sisi lain kondisi perekonomian negara ini sudah lebih baik daripada negara sedang berkembang, masyarakatnya lebih sejahtera dan upah pun sudah lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan negara yang berada diincome bracket high middle income bukan lagi tempat untuk investasi negara maju dengan alasan tenaga kerja yang murah.
Bank dunia mengklasifikasikan negara berdasarkan pendapatan per kapitanya.
Negara berpendapatan rendah : < US$1045
Negara berpendapatan menengah kebawah : US$1045<US$4125
Negara berpendapatan menegah keatas : US$4125 < US$12746
Negara berpendapatan tinggi : > US$12746
            Menurut Agenor dan Canuto (2012) penyebab sebuah negara terjebak dalam kondisi middle income trap karena strategi – strategi yang diterapkan oleh pemerintah tidak lagi efektif untuk mengakomodir pertumbuhan ekonomi. Sebuah negara dapat menghindari terjebak dalam kondisimiddle income trap dengan cara mengubah kebijakan pemerintah yang dinilai efektif pada tahap awal pembangunan negara.

Keluar dari jebakan middle income tadi, banyak hal yang perlu diwaspadai. Terutama terkait masih adanya ketimpangan antar individu, antar gender, antar wilayah, antar provinsi, antar pulau di Indonesia




......bersambung.....keburu ngantuk



#PerempuanBPSMenulis
#MenulisAsyikdanBahagia
#15haribercerita #HariKe8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bandung (kembali) diguyur hujan

Bandung kembali diguyur hujan, siang ini dari lantai 5 gedung kantor,...... menikmati hujan yang derasnya luar biasa... kilat, petir, gel...