Oleh : Isti Larasati Widiastuty
Target pemerintah untuk melakukan swasembada daging sapi dan kerbau pada tahun 2014 diwarnai dengan adanya ancaman penghentian ekspor sapi bakalan oleh Australia ke Indonesia. Menurut Menteri Pertanian, sampai dengan tahun 2010 sekitar 30 persen atau sekitar 430 ribu ton kebutuhan daging sapi nasional dipenuhi melalui impor. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan tingkat pendapatan masyarakat maka kebutuhan daging sapi di masa mendatang juga diperkirakan akan mengalami peningkatan. Penelitian terdahulu seperti Hadi et all (2000) menyatakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging sapi secara nasional mengalami peningkatan.
Jika kita perhatikan grafik 1 di bawah ini terlihat bahwa jumlah penduduk Indonesia dari tahun 2006 sampai tahun 2010 senantiasa menunjukkan tren meningkat. Pada tahun 2006 penduduk Indonesia sebanyak 222,747 juta jiwa dan meningkat sekitar 6,68 persen pada tahun 2010 menjadi 237,641 juta jiwa. Peningkatan jumlah penduduk ini ternyata diiringi dengan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat (di dekati oleh pendapatan nasional per kapita atas dasar harga berlaku). Jika pada tahun 2006 pendapatan nasional per kapita mencapai Rp 14,3 juta maka pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp 26,3 juta.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Modul Konsumsi, konsumsi rata-rata komoditi daging sapi dan kerbau pada tahun 2009 adalah 0,06 kg per kapita per minggu, dan meningkat menjadi 0,07 kg per kapita per minggu. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan adanya peningkatan pendapatan masyarakat maka tingkat konsumsi daging sapi dan kerbau secara nasional pun mengalami peningkatan.
Kebutuhan konsumsi daging masyarakat dipenuhi oleh produksi dari dalam negeri dan impor. Belum siapnya Indonesia untuk memproduksi daging sapi sesuai kebutuhan konsumsi, mengharuskan untuk melakukan impor dari luar negeri. Pembatasan impor sapi yang dilakukan pihak Australia misalnya, cukup memberikan pengaruh terhadap ketersediaan produksi daging sapi dan kerbau untuk pemenuhan konsumsi di masa mendatang. Apalagi Indonesia sedang bersiap menghadapi Swasembada Daging Sapi dan Kerbau pada tahun 2014. Berbagai kondisi ini kiranya dapat dijadikan momen penting untuk segera merealisasikan upaya swasembada daging sapi di Indonesia.
Satu hal yang menjadi sangat penting ketika Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) Tahun 2014 dicanangkan, yaitu ketersediaan data yang akurat tentang berapa sebenarnya jumlah populasi ternak sapi dan kerbau di Indonesia saat ini (P0). Data yang akurat tentang P0 sapi (sapi potong, sapi perah) dan kerbau merupakan kebutuhan mendesak untuk mencapai PSDSK 2014. Data jumlah sapi potong, sapi perah, dan kerbau yang ada selama ini banyak diragukan berbagai pihak, karena penghitungan populasi yang didasarkan pada registrasi (pelaporan) di tingkat kabupaten/kota (yang kemudian secara berjenjang diteruskan ke Provinsi dan Nasional) lebih banyak bersifat estimasi.
Sensus Sapi dan Kerbau
Untuk memenuhi kebutuhan data yang akurat tentang P0 jumlah sapi potong, sapi perah, dan kerbau, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011. Pendataan dilakukan dengan cara sensus dan berskala nasional, oleh karena itu diselenggarakan bersama BPS sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang RI No.16 Tahun 1997 tentang Statistik pasal 12 ayat (3), yang menyebutkan bahwa statistik sektoral harus diselenggarakan bersama dengan Badan, apabila statistik tersebut hanya dapat diperoleh dengan cara sensus dan dengan jangkauan populasi berskala nasional. Dengan diperolehnya data P0 tersebut diharapkan mempermudah penentuan arah kebijakan PSDSK sampai dengan tahun 2014.
Tujuan umum PSPK 2011 yaitu menyediakan data untuk mengukur kinerja pencapaian PSDSK Tahun 2010-2014. Adapun tujuan khusus PSPK 2011 yaitu: (1) Memperoleh data dasar populasi ternak berskala nasional, (2) Memperoleh struktur populasi menurut umur, jenis kelamin, dan rumpun ternak, (3) Mengetahui produksi daging dalam negeri yang dihitung berdasarkan ketersediaan stok selama kurun waktu tahun 2010-2014 dalam rangka pencapaian program PSDSK Tahun 2014, (4) Memperoleh raw data (by name, by address) unit usaha yang memelihara/ memperdagangkan sapi potong, sapi perah, dan kerbau yang lengkap, akurat dan mutakhir sebagai database untuk keperluan pendataan pada tahun-tahun berikutnya.
PSPK 2011 dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia, yaitu di 33 Provinsi, 497 Kabupaten/Kota, 6.699 Kecamatan dan 77.548 Desa/Kelurahan mulai tanggal 1 sampai dengan 30 Juni 2011. Sedangkan sasaran dari sensus ini adalah : (1) Rumah tangga pemelihara sapi potong, sapi perah, dan kerbau dengan tujuan untuk pengembangbiakan, penggemukan, pembibitan dan/atau perdagangan, (2) Perusahaan berbadan hukum yang bergerak di bidang usaha sapi potong, sapi perah, dan kerbau dengan tujuan untuk pengembangbiakan, penggemukan, pembibitan dan/atau perdagangan, (3) Unit usaha lainnya (RPH, Asrama, Pesantren, UPT dll) yang bergerak di bidang usaha sapi potong, sapi perah, dan kerbau dengan tujuan untuk pengembangbiakan, penggemukan, pembibitan dan/atau perdagangan.
Melalui PSPK 2011 dapat (1) diperoleh data dasar populasi (P0) ternak berskala nasional, (2) diperoleh data struktur populasi sapi potong, menurut umur, jenis kelamin, dan rumpun ternak, (3) diketahui produksi daging dalam negeri yang dihitung berdasarkan ketersediaan stok selama kurun waktu tahun 2010-2014 dalam rangka pencapaian program PSDSK Tahun 2014, (4) diperoleh raw data (by name, by address) unit usaha yang memelihara/ memperdagangkan sapi potong, sapi perah, dan kerbau yang lengkap, akurat dan mutakhir sebagai database untuk keperluan pendataan pada tahun-tahun berikutnya.
Banyak keluaran yang diperoleh dari kegiatan PSPK 2011 atau sensus sapi dan kerbau 2011. Oleh karena itu untuk mencapai target capaian tersebut maka kegiatan ini perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak, baik dari dinas/instansi terkait, aparat di wilayah, tokoh masyarakat, serta tak kalah penting adalah dukungan dari peternak, pemelihara, pedagang sapi dan kerbau dalam memberikan data informasi yang sebenarnya terkait dengan usaha ternaknya. Karena tanpa informasi yang lengkap dan akurat dari pihak peternak, pemelihara, atau pedagang sapi dan kerbau sendiri, tujuan mendasar dari PSPK 2011 mendapatkan data dasar (P0) jumlah sapi potong, sapi perah, dan kerbau tahun 2011 tidak akan tercapai.
Dalam pelaksanaan program pembangunan diantaranya Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014, ketersediaan data yang akurat mutlak diperlukan. Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 sebagai langkah awal dalam menghasilkan data akurat berapa sebenarnya jumlah populasi ternak dan dimana saja sebarannya di wilayah Indonesia. PSPK 2011 mendukung upaya pencapaian swasembada daging sapi dan kerbau, yang pada akhirnya mendukung upaya peningkatan kesejahteraan peternak. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama mendukung kegiatan PSPK 2011 dengan memberikan data yang akurat. Untuk menghasilkan data akurat, tidak hanya penduduk yang disensus, sapi dan kerbau pun perlu disensus.
****
Bandung (kembali) diguyur hujan
Bandung kembali diguyur hujan, siang ini dari lantai 5 gedung kantor,...... menikmati hujan yang derasnya luar biasa... kilat, petir, gel...
-
Allah SWT Berfirman,"Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus h...
-
Menulis, salah satu aktivitas untuk mencurahkan isi hati dengan bebas😋 media mencurahkan isi pikiran, media tempat berlabuhnya ide dan gag...
1 komentar:
Saya tidak meragukan keakuratan data hasil PSPK 2011, namun sedikit kritik tentang konsep yang dipakai. Dimana sapi yang dipelihara untuk keperluan kerja (untuk angkutan) langsung dikategorikan sebagai sapi potong dengan alasan pada akhirnya akan dipotong. Menurut saya konsep ini terlalu eksrtim, karena sapi kategori ini akan dipotong ketika sudah tidak produktif lagi, padahal tujuan penghitungan sapi potong untuk identifikasi stok daging.
Sebagai gambaran: seekor sapi yang memang dipelihara untuk sapi potong,saat usianya 3 tahun sudah bisa dipotong, namun utuk yang diambil tenaganya, mungkin umur 6 atau 7 tahun baru akan dipotong. Dengan demikian sapi untuk kerja belum bisa dipakai sebagai stok daging ketika baru berumur 3-5 tahun.
Posting Komentar