Jumat, 15 Juli 2011

Siapa yang Miskin



Oleh : Isti Larasati Widiastuty


Wacana MUI mengeluarkan fatwa haram bagi orang kaya yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi beberapa hari belakangan ini telah menjadi polemik di masyarakat. Pro dan kontra langsung bermunculan di berbagai media ketika Ketua MUI Amidhan mengatakan “Kalau itu sudah ditetapkan sebagai hak bagi orang yang tidak mampu oleh pemerintah, itu berarti merampas hak orang lain yakni orang miskin artinya masuk kategori dosa kalau sampai ada yang menggunakan tapi tidak punya hak," penyataan terkait dengan penggunaan BBM bersubsidi.
Rasanya sudah menjadi hal biasa ketika ada kebijakan terkait dengan “orang miskin” polemik selalu terjadi. Apakah tentang kebijakannya, maupun tentang sasarannya, yaitu “orang miskin” itu sendiri. Ketika pemerintah mengumumkan jumlah orang (penduduk) miskin, apalagi ketika ada program untuk pemberdayaan penduduk miskin (pengentasan kemiskinan), seringkali menjadi bahan perdebatan berbagai pihak. Dengan alasan “data tidak sesuai realita di lapangan” ataupun “semua orang merasa mempunyai hak untuk mengakses program tersebut”.
Mendefinisikan “miskin” atau mengukur kemiskinan memang tidak mudah, karena kemiskinan bersifat multidimensi, banyak ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kemiskinan. Masalah pengentasan kemiskinan pun tidak mudah, karena kemiskinan berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Namun demikian, untuk melakukan pengentasan kemiskinan atau pemberdayaan penduduk miskin kita tetap memerlukan suatu ukuran akan “kemiskinan”. Karena tanpa suatu ukuran yang jelas secara konsep, akan sulit mengukur berapa jumlah penduduk miskin kita, siapa saja sasaran dari program pengentasan kemiskinan yang akan dijalankan.

Ukuran Kemiskinan
Menurut jenisnya kemiskinan dapat dibedakan menjadi : Pertama, kemiskinan relatif yaitu kondisi kemiskinan yang diakibatkan oleh pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar miskin disusun berdasarkan kondisi hidup suatu wilayah pada suatu waktu dengan fokus pada golongan penduduk miskin, yaitu 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang diurutkan berdasarkan pendapatan atau pengeluaran. Bank Dunia menggolongkan penduduk menjadi tiga kelompok berdasarkan besaran pendapatan, yaitu 40 persen penduduk dengan pendapatan rendah, 40 persen penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20 persen penduduk dengan pendapatan tinggi. Kedua kemiskinan absolut, yaitu kemiskinan yang ditentukan oleh ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar minimum seperti pangan, perumahan, sandang, pendidikan, dna kesehatan yang digunakan untuk hidup dan bekerja. Kebutuhan dasar minimum ini dinilai dalam bentuk finansial (uang) dan nilainya dikenal dengan istilah Garis Kemiskinan (GK). Penduduk yang memiliki pendapatan atau pengeluaran di bawah garis kemiskinan (GK) dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Adapun konsep kemiskinan menurut Bappenas (2004), kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Menurut PBB (1961) hak-hak dasar terdiri atas : kesehatan, bahan makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja dan kondisi pekerjaan, perumahan, sandang, rekreasi, jaminan sosial, dan kebebasan manusia. Adapun Hendra Esmara (1986) menyatakan bahwa komponen hak-hak dasar untuk Indonesia terdiri atas : pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
Untuk melakukan pengukuran kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep “strategi pemenuhan kebutuhan dasar”. Konsep ini dipromosikan dan dipopulerkan oleh International Labour Organization (ILO) sejak tahun 1976. BPS sendiri melakukan penghitungan angka kemiskinan sejak tahun 1984. Konsep kemiskinan yang digunakan BPS, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan (pangan) dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran).
Pengukuran kemiskinan tersebut dibedakan atas daerah perkotaan dan perdesaan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dengan sampel 68.000 rumah tangga. Dalam “Analisis Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan Distribusi Pendapatan,” BPS (2009) dinyatakan bahwa indikator kebutuhan dasar untuk masing-masing komponen adalah : Pertama, pangan dinyatakan dengan kebutuhan gizi minimum yaitu perkiraan kalori dan protein. Kedua, sandang dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan pakaian, alas kaki, dan tutup kepala. Ketiga, perumahan dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk sewa rumah, listrik, minyak tanah, kayu bakar, arang, dan air. Keempat, Pendidikan dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan biaya sekolah (uang sekolah, iuran sekolah, alat tulis, dan buku). Kelima, kesehatan dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk penyediaan obat-obatan di rumah, ongkos dokter, perawatan, termasuk obat-obatan.
Berdasarkan hasil SUSENAS (yang dilakukan di bulan Maret) dapat diperoleh nilai Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Untuk menghitung GKM, paket kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 (lima puluh dua) jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, daging, ikan, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, makanan dan minuman jadi, dan lain-lain). Adapun GKNM merupakan kebutuhan dasar minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 (lima puluh satu) jenis komoditi (kelompok pengeluaran) di perkotaan dan 47 (empat puluh tujuh) jenis komoditi (kelompok pengeluaran) di perdesaan.
Angka Garis Kemiskinan setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan, berbeda dengan perkembangan jumlah penduduk miskin dari tahun 2007 cenderung terus mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentase. Pada tahun 2007 dengan garis kemiskinan Rp 187.942 di daerah perkotaan dan Rp 146.837 di daerah perdesaan (atau rata-rata perkotaan dan perdesaan Rp 166.697) jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 37, 17 juta jiwa atau sekitar 16,68 persen dari total penduduk. Kemudian pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 31,02 juta jiwa atau sekitar 13,33 persen dari total penduduk dengan garis kemiskinan yang meningkat menjadi Rp 211.726 (Rp 232.988 di perkotaan dan Rp 192.354 di perdesaan).
Angka kemiskinan ini (jumlah penduduk, persentase, dan garis kemiskinan) menunjukkan angka kemiskinan secara makro, belum bisa menunjukkan siapa saja penduduk miskin tersebut, dan dimana mereka tinggal. Namun angka kemiskinan makro ini bermanfaat dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan. Berdasarkan angka kemiskinan makro dapat ditentukan besaran target kuantitatif dalam program pengentasan kemiskinan.
Untuk melaksanakan program pengentasan kemiskinan, memang diperlukan angka kemiskinan yang bersifat mikro, yaitu menunjukkan siapa saja penduduk yang miskin dan dimana alamatnya. Angka kemiskinan mikro diperlukan agar program pengentasan kemiskinan dapat tepat sasaran. Keberhasilan program dapat tercapai sesuai dengan target, jika program yang dilaksanakan tepat sasaran. Untuk mencapai target ini maka data kemiskinan mikro harus tepat dan akurat. Siapa saja penduduk miskin, dimana alamatnya, harus mencerminkan bahwa mereka adalah “penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan”. Penduduk miskin adalah mereka yang “memiliki keterbatasan atau tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya”. Jika konsep ini kita pahami bersama, ke depannya mudah-mudahan tidak akan ada lagi perdebatan tentang jumlah penduduk miskin (kemiskinan makro) dan siapa penduduk yang dikategorikan miskin (kemiskinan mikro).




Pikiran Rakyat, 15 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bandung (kembali) diguyur hujan

Bandung kembali diguyur hujan, siang ini dari lantai 5 gedung kantor,...... menikmati hujan yang derasnya luar biasa... kilat, petir, gel...