Selasa, 12 Juli 2011

Perempuan dan MDGs

Oleh : Isti Larasati Widiastuty


Sudah semakin dekat batas waktu yang ditentukan sebagai target dalam pencapaian tujuan pembangunan milenium atau yang biasa dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs). Tahun 2015 tinggal empat tahun lagi menjelang. Empat tahun lagi, idealnya ke delapan target pencapaian MDGs sudah dapat kita capai. Pada laporan tahunan MDGs di Indonesia bulan September 2010 lalu (pada KTT PBB tanggal 20 – 22 September 2010), disampaikan bahwa capaian MDGs di Indonesia sudah on-track (berada pada jalur menuju pencapaian MDGs).

Target MDGs
Target pertama memerangi kemiskinan dan kelaparan ekstrem, pada tahun 2015 harus mampu menurunkan proporsi jumlah penduduk miskin menjadi setengahnya antara tahun 1990 - 2015. Jumlah penduduk miskin pada tahun 1990 mencapai 15,10% dari total penduduk Indonesia, maka target yang harus dicapai pada tahun 2015 adalah mengurangi proporsi jumlah penduduk miskin menjadi 7,55%. Pada bulan Maret 2010, proporsi penduduk miskin Indonesia mencapai 13,33%, dalam arti perlu upaya keras untuk menurunkan proporsi penduduk miskin sekitar 5,78% lagi.
Target kedua adalah mencapai pendidikan dasar bagi semua, yaitu memastikan pada tahun 2015 semua anak laki-laki dan perempuan telah menyelesaikan pendidikan dasarnya. Baik anak laki-laki maupun anak perempuan memiliki akses yang sama untuk mengenyam pendidikan, ditargetkan tahun 2015 pendidikan dasar dan tahun berikutnya untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Target ini kemungkinan besar dapat tercapai pada tahun 2015, dimana indikator yang dicapai menunjukkan ke arah target, yaitu Angka Partisipasi Murni (APM) SD pada tahun 2009 lalu mencapai 95,23% dan Angka Melek Huruf (AMH) mencapai 99,47% ( AMH laki-laki mencapai 99,55% dan AMH perempuan mencapai 99,40%)
Target ketiga adalah memajukan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan dengan cara menghapus kesenjangan gender dalam pendidikan dasar dan menengah, jika mungkin telah terjadi setelah tahun 2005 dan pada tahun 2015 telah terjadi pada semua tingkatan pendidikan. Indikator persentase anak perempuan di jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMU ditargetkan mencapai 100 persen pada tahun 2015. Jika dilihat dari indikator adanya persamaan hak antara anak laki-laki dan perempuan dalam pendidikan dasar, menengah, dan tinggi (ditunjukkan dengan proporsi perempuan terhadap laki-laki di SD, SMP, SMU, dan Perguruan Tinggi) maka target ini tercapai pada tahun 2015, bahkan untuk pendidikan SMP dan perguruan tinggi sudah tercapai di tahun 2010. Kondisi ini menunjukkan tidak adanya perbedaan perlakuan bagi seseorang untuk mengenyam jenjang pendidikan, kondisi partiarkhi yang menyatakan bahwa laki-laki memiliki hak yang lebih (dominan) dari perempuan tidak terlihat dari indikator ini. Namun untuk kedua indikator yang lain, yaitu proporsi perempuan yang menduduki kursi di DPR dan kontribusi tenaga kerja perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian masih relatif rendah persentasenya walaupun menunjukkan adanya peningkatan dari tahun 1990.
Target keempat adalah menurunkan angka kematian anak (1 – 5 tahun) sebesar 2/3 antara tahun 1990 - 2015. Jika pada tahun 1991 angka kematian anak sebanyak 68 anak dari 1000 kelahiran hidup maka pada tahun 2015 ditargetkan hanya 23 kematian anak dari 1000 kelahiran hidup.
Target kelima adalah meningkatkan kesehatan ibu dengan cara menurunkan rasio angka kematian ibu sebesar 3/4 antara tahun 1990 – 2015. Jika angka kematian ibu pada tahun 1990 adalah 390 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup maka pada tahun 2015 ditargetkan hanya sebanyak 102 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.
Target keenam adalah memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya dengan cara menghentikan penyebarannya pada tahun 2015. Prevalensi penderita penyakit HIV/AIDS dari tahun 1990 menunjukkan adanya peningkatan, perlu kerja keras untuk mengatasi masalah ini.
Target ketujuh adalah memastikan kelestarian lingkungan dengan memadukan prinsip-prinsip pembangunan lingkungan yang berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program pemerintah. Target ini juga memastikan bahwa pada tahun 2015 telah tercapai penurunan separuh dari penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi yang aman, serta pada tahun 2020 telah terjadi perbaikan signifikan bagi setidaknya 100 juta penghuni kawasan kumuh.
Target MDGs kedelapan yaitu mengembangkan kemitraan global untuk keperluan pembangunan terkait dengan kerjasama internasional, yaitu menelaah isu-isu seperti perdagangan, bantuan dan utang internasional. Sebagian besar target ini ditujukan bagi Negara maju untuk membantu Negara miskin dalam mencapai target MDGs lainnya.

MDGs Berwajah Perempuan
Satu hal yang dapat dicermati dari target-target MDGs adalah bahwa MDGs berwajah perempuan (MDGs has women faces). MDGs boleh disebutkan berwajah perempuan karena setiap bidang terkait erat dengan kehidupan perempuan. Perempuan sangat erat dengan kemiskinan, beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa kemiskinan berwajah perempuan (poverty has women faces). Perempuan juga erat kaitannya dengan pendidikan rendah, buta huruf, status kesehatan rendah, kurang gizi, mengidap penyakit menular yang sering dialami tanpa kesalahannya sendiri, diskriminasi, marjinalisasi, dan biasanya perempuan menanggung beban dari turunnya fungsi lingkungan hidup sebagai dampak dari air kotor dan sanitasi yang buruk. Oleh karena itu target MDGs ketiga, keempat, dan kelima secara langsung perempuan menjadi target utama, walaupun target lainnya tidak lepas dari perempuan.
Memfokuskan program dengan sasaran pemberdayaan perempuan dan keluarga, seperti program Revitalisasi Posyandu yang dilakukan di Jawa Barat dan program pemberdayaan perempuan (khususnya perempuan miskin), kiranya percepatan beberapa target MDGs dapat dilakukan, seperti target (1) memerangi kemiskinan dan kelaparan ekstrem, (2) pendidikan bagi semua, (3) memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, (4) menurunkan angka kematian anak, (5) meningkatkan kesehatan ibu, dan (6) menjamin kelestarian lingkungan (perempuan adalah yang paling beresiko dengan kondisi lingkungan yang rusak). Upaya percepatan pencapaian target dapat dilakukan, tentu saja dengan dukungan dari berbagai stakeholders, baik pemerintah, dunia usaha, masyarakat, keluarga, dan perempuan itu sendiri.



Peran Perempuan
Eviota (1992) membagi peran (kerja) dalam dua tipe, yaitu produktif (kerja untuk pertukaran) dan reproduktif. Kemudian Edholm et al (1977) membedakan peran reproduktif menjadi reproduktif biologis (yaitu hamil, melahirkan, menyusui), reproduktif tenaga kerja (yang berarti sosialisasi dan pengasuhan anak- mempersiapkan mereka menjadi cadangan tenaga kerja berikutnya), dan reproduktif sosial (proses dimana hubungan produksi dan struktur sosial terus direproduksi dan dilestarikan). Berdasarkan teori ini maka seorang perempuan, dalam hidupnya melakukan dua peran sekaligus, produktif dan reproduktif (biologis, tenaga kerja, dan sosial). Peran-peran ini dilakukan perempuan di dua ranah yang berbeda, ranah domestik dan ranah publik. Perempuan melakukan peran di ranah domestik, seperti melakukan peran reproduktif maupun produktif di dalam rumahnya (keluarganya). Adapun peran yang dilakukan di ranah publik adalah ketika perempuan melakukan perannya di luar lingkungan keluarganya (rumahnya).
Peran-peran yang dilakukan oleh perempuan tersebut mendukung proses keberlangsungan kehidupan keluarga dan masyarakat selanjutnya (pembangunan manusia). Oleh karena itu dirasa perlu adanya optimalisasi peran dari perempuan dalam mendukung pencapaian target MDGs. Peran di ranah domestik, bagaimana perempuan mampu mengatasi kemiskinan di dalam rumah tangganya (keluarga), bagaimana perempuan memberikan pendidikan yang sama kepada anak laki-laki dan perempuannya, bagaimana perempuan mampu memajukan kesetaraan dan pemberdayaan gender di rumahtangganya, bagaimana perempuan mampu menurunkan angka kematian anak-anak yang dilahirkannya, bagaimana perempuan mampu meningkatkan derajat kesehatannya, bagaimana perempuan memerangi penyakit menular di dalam rumahnya, serta bagaimana perempuan dapat memastikan lingkungan rumahnya memiliki sanitasi yang baik dan air bersih yang cukup.
Berbagai peran dapat dilakukan perempuan dalam mendukung percepatan pencapaian target MDGs, namun tentu saja harus dengan dukungan berbagai pihak. Wujud dukungan utama yang menjadi penting adalah bagaimana perempuan memperoleh akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Yulindrasari (2008) menyatakan akses adalah peluang atau kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan sesuatu, sedangkan kontrol adalah kuasa untuk menentukan penggunaan, perolehan, dan pemanfaatan sesuatu. Ketika perempuan memiliki akses yang sama terhadap program pengentasan kemiskinan, akses terhadap fasilitas kesehatan, akses fasilitas pendidikan, akses terhadap program perbaikan lingkungan, serta program pembangunan lainnya maka perempuan akan lebih leluasa untuk mengambil keputusan (kontrol) dalam berperan mengatasi kemiskinan keluarganya, meningkatkkan derajat kesehatan dirinya dan anak-anaknya, meningkatkan derajat pendidikan keluarganya, serta meningkatkan derajat kesehatan lingkungan rumahnya.
Program yang melibatkan perempuan untuk aktif berpartisipasi dan terlibat di dalamnya merupakan salah satu upaya mendukung percepatan pencapaian target MDGs. Perempuan, dengan berbagai peran yang dijalankannya sungguh memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk mengasatasi kemiskinan, meningkatkan derajat kesehatan, pendidikan, dan lingkungan. Kaum perempuan, marilah sama-sama kita dukung perrcepatan pencapaian target MDGs. Mari kita mulai dengan mencapai target MDGs di keluarga, di rumah tangga kita sendiri. Mari kita geser paradigma poverty has women faces menjadi prosperity has women faces, kemakmuran berwajah perempuan.

Penulis : Fungsional Statistisi pada BPS Kota Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bandung (kembali) diguyur hujan

Bandung kembali diguyur hujan, siang ini dari lantai 5 gedung kantor,...... menikmati hujan yang derasnya luar biasa... kilat, petir, gel...