Capaian kinerja perekonomian Kota Bandung dapat
dinilai melalui berbagai indikator capaian. Salah satu indikator yang biasa
digunakan untuk menilai capaian kinerja perekonomian adalah melalui Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB Kota Bandung atas dasar harga berlaku pada
tahun 2013 mencapai 130,21 trilyun rupiah. Jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, mengalami peningkatan sebesar 17,18 persen, dimana nilai PDRB atas
dasar harga berlaku tahun 2012 mencapai 111,12 trilyun rupiah.Untuk
membandingkan capaian produktivitas berbagai sektor ekonomi biasanya digunakan
indikator PDRB atas dasar harga konstan, dimana melalui indikator ini dapat
dilihat laju produktivitas kinerja secara riil, tanpa adanya pengaruh inflasi
atau kenaikan harga, dimana penilaian harga menggunakan harga pada tahun dasar.
PDRB atas dasar harga konstan yang digunakan dalam publikasi ini adalah PDRB
atas dasar harga konstan tahun 2000. PDRB atas dasar harga konstan tahun 2013
mencapai 40,89 trilyun rupiah atau meningkat sebesar 8,87 persen dari tahun
2012 yang mencapai 37,56 trilyun rupiah. Gambaran tinjauan ekonomi regional
diantaranya dapat ditunjukkan melalui gambaran struktur ekonomi, laju
pertumbuhan ekonomi, serta pendapatan per kapita (PDRB per kapita).
Struktur Ekonomi
Potensi sumber daya alam
yang dimiliki Kota Bandung tidak mendukung untuk menjadikan Kota Bandung
sebagai daerah potensi sektor pertanian maupun pertambangan (sektor primer).
Pada tahun 2000 peranan sektor primer dalam pembentukan PDRB Kota Bandung hanya
mencapai 0,51 persen. Semakin tahun peranan sektor primer semakin menurun,
hingga pada tahun 2013 hanya berperan sebesar 0,20 persen terhadap total PDRB
atau mencapai 255,65 milyar rupiah.
Sektor sekunder
pada tahun 2013 memberikan peranan sebesar 28,70 persen terhadap total PDRB
Kota Bandung atau sebesar 37,37 trilyun rupiah. Sama halnya dengan sektor
primer, peranan sektor sekunder di Kota Bandung sejak tahun 2010 mengalami
penurunan. Jika pada tahun 2010 berperan sebesar 31,35 persen dan pada tahun
2013 turun menjadi 28,70 persen. Adapun sektor tersier sebagai penyumbang
terbesar dalam pembentukan PDRB Kota Bandung menunjukkan peranan yang semakin
meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2010 sektor tersier berperan
sebesar 68,45 persen atau sebesar 56,13 trilyun rupiah dan meningkat menjadi
92,59 trilyun rupiah atau sekitar 71,11 persen terhadap total PDRB Kota
Bandung. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, maka peranan sektor tersier
mengalami peningkatan sebesar 1,08 persen dibandingkan tahun 2012. Peningkatan
peranan sektor tersier menunjukkan struktur Kota Bandung yang sudah bergeser ke
sektor jasa.
*
|
Kelompok sektor tersier menopang
71,11% perekonomian Kota Bandung
*
|
Pergeseran
struktur ekonomi dari sektor industri pengolahan menuju sektor perdagangan,
hotel dan restoran (atau dari sektor sekunder ke sektor tersier), dikarenakan
semakin sempitnya lahan untuk kegiatan industri, sehingga kegiatan industri di
perkotaan pindah ke daerah pinggiran kota sebagai daerah penyangga ibukota
provinsi. Beberapa kegiatan pada sektor industri di Kota Bandung yang masih
dapat dikembangkan untuk mendukung perekonomian Kota Bandung adalah industri
kreatif yang semakin banyak tumbuh di Kota Bandung.
Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Kota Bandung
pada tahun 2013 mampu tumbuh sebesar 8,87 persen. Jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya maka telah terjadi perlambatan ekonomi, dimana pada tahun 2012
perekonomian Kota Bandung mampu tumbuh sebesar 8,98 persen. Perlambatan ekonomi
yang terjadi di Kota Bandung jika dilihat dari sisi lapangan usaha (penawaran)
disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan beberapa sektor ekonomi. Sektor ekonomi
yang paling mempengaruhi melambatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 adalah
sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Melambatnya pertumbuhan ekonomi sektor
perdagangan, hotel, dan restoran dikarenakan terjadinya perlambatan impor
ke Kota Bandung.
Terdapat satu hal yang
perlu disadari terkait dengan angka LPE. Tingginya LPE Kota Bandung menunjukkan
tingginya kinerja ekonomi dari sektor-sektor ekonomi yang ada di Kota Bandung,
yaitu terjadi peningkatan kinerja produksi dari berbagai kegiatan ekonomi yang
ada. Namun ada kalanya tingginya LPE ini tidak sejalan dengan tingginya tingkat
daya beli masyarakat atau pendapatan masyarakat. Perlu dipahami bahwa sebagian
besar usaha-usaha besar di Kota Bandung kepemilikannya adalah penduduk luar
Kota Bandung sehingga tingginya pertumbuhan tersebut seringkali hanya dinikmati
oleh beberapa lapisan masyarakat saja. Adapun sebagian besar masyarakat yang
juga ikut berpartisipasi dalam proses ekonomi khususnya yang berstatus sebagai
buruh atau karyawan, hanya menikmati sebagian kecil saja dari pertumbuhan
tersebut. Walaupun secara ilmu ekonomi akan terjadi transfer in and transfer
out ketika ada usaha di luar Kota Bandung yang dimiliki oleh penduduk Kota
Bandung dan usaha di Kota Bandung yang dimiliki oleh penduduk luar Kota
Bandung. Walaupun seringkali hal ini menjadi perdebatan, LPE tinggi tetapi daya
beli masyarakat masih rendah. LPE dihitung berdasarkan perkembangan PDRB suatu
wilayah, yaitu perkembangan dari aktivitas ekonomi yang terjadi di suatu
wilayah. Adapun daya beli masyarakat adalah tingkat kemampuan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan pokoknya, dan belum tentu mereka menikmati pertumbuhan yang
tinggi. Oleh karena itu upaya percepatan pertumbuhan saja tidak cukup, yang
lebih penting adalah bagaimana angka pertumbuhan tersebut bisa dinikmati oleh
seluruh lapisan masyarakat. Yang perlu dicapai adalah adanya pemerataan
pendapatan masyarakat sehingga pendapatan per kapita adalah riil bisa
dinikmati.
more.......
Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Kota Bandung 2010-2014