Rabu, 25 September 2013

Momentum Membangun Bandung



Tidak terasa, beberapa hari lagi Kota Bandung akan memasuki usianya yang ke-203 tahun. Ya, hari jadi Kota Bandung sudah di depan mata.  Ada hal yang istimewa dalam perayaan hari jadi Kota Bandung tahun ini, dimana masyarakat Kota Bandung memiliki walikota yang baru, setelah pesta rakyat Kota Bandung beberapa bulan lalu memenangkan pasangan Ridwan Kamil – Oded M Danial sebagai walikota dan wakil walikota Bandung periode 2013-2019.
Walikota `pemimpin` baru membawa segudang harapan dari seluruh masyarakat untuk perubahan Kota Bandung ke arah yang lebih baik. Karena disadari maupun tidak, keberhasilan proses pembangunan, di bidang apapun, seringkali sangat tergantung dari pemimpin wilayah, selaku pemangku kebijakan dan kewenangan di wilayah. Kiranya dengan terpilihnya pemimpin baru di Kota Bandung akan menjadi awal bagi perbaikan kepemerintahan (governance) Kota Bandung pada khususnya dan pembangunan masyarakat Kota Bandung pada umumnya di masa mendatang. Seperti kita tahu bersama bahwa dari kepemerintahan Kota Bandung dengan pemimpin sebelumnya, segudang prestasi pembangunan telah diraih, namun ternyata masih menyisakan sejumlah persoalan yang harus dipikirkan, direncanakan, dilaksanakan, diawasi, dan di evaluasi secara serius oleh pemimpin Kota Bandung beserta jajarannya dengan partisipasi masyarakat (swasta dan warga masyarakat) tentunya.

Partisipasi dalam Kepemerintahan
Partisipasi masyarakat menjadi penting dalam proses pembangunan khususnya ketika kita selaku warga masyarakat meng-inginkan pola pemerintahan yang dijalankan oleh pemerintah (government) adalah pola kepemerintahan yang baik (good governance). UNDP (United Nations Development Program)  dalam dokumen kebijakannnya yang berjudul “Governance for Sustainable Human Development, January 1997” menyebutkan bahwa terdapat tiga domain kelembagaan dalam kepemerintahan, yaitu negara, sektor swasta,  dan masyarakat yang saling berinteraksi dalam menjalankan fungsinya masing-masing. Negara menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, ~sektor swasta menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan, ~adapun masyarakat memfasilitasi interaksi sosial dan politik, menggerakan kelompok dalam masyarakat untuk berperan serta (berpartisipasi) dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan politik. Berdasarkan konsepsi tersebut maka dalam menjalankan kepemerintahan, pemerintah tidak bisa dengan segala kewenangannya berjalan sendiri, tetap diperlukan partisipasi dari masyarakat.
Partisipasi bukan hanya sekedar mengambil bagian atau pengikutsertaan saja tetapi lebih dari itu, dimana dalam partisipasi terkandung tiga gagasan pokok. Pertama mental and emotional involvement, adanya keterlibatan mental dan emosi. Kedua motivation to contribute, yaitu adanya dorongan untuk memberikan sumbangan. Ketiga  acceptance of responsibility, yaitu adanya penerimaan tanggung jawab. Diana Conyers seperti dikutip Huraerah (2008 : 104) menyatakan ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat yang sangat penting. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Satu-satunya cara agar berbagai informasi diperoleh hanyalah dengan jalan melibatkan masyarakat setempat secara langsung dalam proses perencanaan. Kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses perencanaan dan persiapannya. Ketiga, yang mendorong adanya partisipasi umum di  banyak  negara, karena timbul anggapan merupakan suatu hak demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Hal ini selaras dengan konsep “men-centered development” dimana pembangunan dipusatkan kepada kepentingan manusia, yaitu jenis pembangunan yang lebih diarahkan demi perbaikan nasib manusia dan tidak sekedar sebagai alat pembangunan itu sendiri.
Todaro (dalam Arsyad, 1999 : 5) mengemukakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukan oleh tiga nilai pokok, yaitu ; (1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs), (2) meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia, dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.

Pembangunan Ekonomi Kota Bandung
Prioritas pembangunan dalam beberapa tahun terakhir telah bergeser dari orientasi mengejar angka pertumbuhan ekonomi menjadi pertumbuhan pembangunan manusia. Paradigma pembangunan manusia menitikberatkan pada pemberdayaan ekonomi dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara luas, yang pada akhirnya diupayakan akan tercipta pemerataan pendapatan dan kesejahteraan.
Alat ukur atau indikator yang biasa digunakan untuk mengukur pendapatan suatu wilayah adalah  nilai tambah yang tercipta dari seluruh aktivitas ekonomi pada suatu wilayah. PDRB Kota Bandung pada tahun 2011 atas dasar harga berlaku mencapai nilai  95,61 trilyun rupiah dan diperkirakan tahun 2012 meningkat hingga mencapai 111,12 trilyun rupiah. Besaran nilai PDRB ini sebagian besar ditopang oleh besarnya nilai tambah bruto yang diciptakan oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor industri pengolahan.
 
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh BPS Kota Bandung dengan Dinas KUKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandung tahun 2012, diketahui bahwa kelompok usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memberikan kontribusi sekitar 58,62 persen dari total PDRB yang tercipta. Adapun sisanya sekitar 41,38 persen merupakan kontribusi dari usaha besar. Jika dilihat memang kontribusi UMKM lebih besar dibandingkan dengan kontribusi usaha besar di Kota Bandung. Namun hasil kajian menunjukkan bahwa jika dihitung tingkat produktivitas dari masing-masing kelompok usaha, maka tingkat produktivitas UMKM jauh lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas usaha besar. Dengan demikian maka terlihat bahwa di Kota Bandung, besarnya kontribusi UMKM dalam penciptaan PDRB lebih dikarenakan jumlah unit usahanya yang banyak (jauh lebih besar) dibandingkan dengan usaha besar, bukan karena tingkat produktivitasnya, baik secara total maupun parsial, yang lebih baik daripada usaha besar. Banyak faktor yang mengakibatkan kondisi seperti ini terjadi, tidak hanya di Kota Bandung, namun hampir di semua wilayah di Indonesia, bahkan di semua negara sedang berkembang. Tentu hal ini menjadi salah satu pekerjaan rumah walikota Kota Bandung yang baru, bagaimana meningkatkan kinerja dan produktivitas dari UMKM di Kota Bandung di tengah berbagai kendala yang dihadapi oleh pelaku UMKM tersebut dalam menjalankan usahanya.  

Hasil kajian menunjukkan bahwa sekitar 46,30 persen perusahaan/usaha yang menjadi sampel survei mengalami kendala usaha. Kendala utama yang dihadapi oleh pelaku UMKM di Kota Bandung (hasil survei UMKM tahun 2012) adalah : (1) permodalan, (2) pemasaran, (3) persaingan usaha, (4) ketersediaan bahan baku, (5) kredit macet, (6) kondisi alam dan cuaca, (7) sumber daya manusia (SDM), dan (8) kendala lainnya, seperti kondisi jalan dan infrastruktur, birokrasi pemerintah dan permasalahan perijinan, serta lokasi usaha yang tidak strategis.
Masalah permodalan masih menjadi kendala utama yang dihadapi oleh pelaku UMKM. Terlihat sebagai kendala klasik. Namun inilah kondisinya, masih banyak pelaku UMKM yang sulit mengakses berbagai skema permbiayaan dan permodalan yang disodorkan oleh pihak perbank-kan maupun bantuan pemerintah. Keterbatasan asset seringkali menjadi kendala sulitnya mengakses permodalan. Kiranya disinilah koperasi dapat mengambil peran. Hasil survei menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pelaku UMKM yang memanfaatkan fasilitas kredit atau bantuan modal dari koperasi. Koperasi memiliki peluang untuk berkolaborasi dengan UMKM. Hasil penelitian Fajri (2007) yang  juga dikutip Tambunan (2009), untuk kasus Indonesia (demikian halnya Kota Bandung), sebetulnya koperasi mempunyai masa depan yang baik, khususnya dalam upaya pengembangan UMKM. Namun perlu berbagai upaya agar implementasinya lebih mudah dilakukan, dan koperasi perlu mencontoh implementasi Good Corporate Governance (GCG) seperti yang diterapkan oleh perusahaan swasta. Yang perlu diperhatikan adalah : (1) perlu memastikan bahwa tujuan pendirian koperasi adalah untuk mensejahterakan anggota, (2) perlu perbaikan secara menyeluruh, dari berbagai pihak agar dalam kegiatan operasinya koperasi dapat beroperasi secara professional, efektif, dan efisien, serta (3) perlu adanya pembenahan dalam internal koperasi.
Mengatasi berbagai kendala yang dihadapi termasuk sulitnya mengakses permodalan, tentu saja pelaku UMKM tidak dapat berjalan sendirian, perlu dukungan dan dorongan dari berbagai pihak, terutama pemerintah selaku penentu kebijakan. Sekali lagi, partisipasi dan keterlibatan berbagai pihak dalam mengatasi persoalan yang dihadapi UMKM menjadi penentu keberlangsungan UMKM Kota Bandung masa mendatang.
Mengapa hal ini menjadi penting, karena berdasarkan pengalaman terdahulu, ketika negara kita beberapa kali dilanda krisis ekonomi maupun moneter, UMKM telah mampu membuktikan ketangguhannya di tengah hantaman krisis ekonomi, dimana UMKM mampu bertahan dan berkembang dengan cukup baik. (BPS, 2008). Hasil kajian BPS Provinsi Jawa Barat (2011) menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen jumlah unit usaha di Jawa Barat adalah UMKM, yang menyerap lebih dari 80 persen tenaga kerja. Oleh karena itu pemberdayaan UMKM sangat strategis dikarenakan potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat  dalam meningkatkan kesejahteraannya, khususnya masyarakat  di daerah.
Semoga dengan dilantiknya Walikota Bandung di bulan yang sama dengan hari jadi Kota Bandung ke-203 tahun ini, menjadi momentum awal untuk bekerja lebih keras dan cerdas dalam membangun Kota Bandung. Bekerja berbasis data dan kebutuhan (bukan proyek semata). Libatkan masyarakat di dalamnya. Bagaimanapun, ketika masyarakat dilibatkan, maka tingkat kepedulian lebih tinggi dan masyarakat akan lebih merasa memiliki Kota Bandung.
 Selamat bekerja dan mengemban amanah masyarakat, Walikota dan Wakil Walikota Bandung periode 2013-2019. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberkahi. Selamat memanfaatkan momentum.***


Dimuat di HU Pikiran Rakyat, September 2013


Sabtu, 11 Mei 2013

Sensus dan Masa Depan Pertanian



Fenomena kenaikan harga beberapa komoditas hasil pertanian seperti daging sapi, bawang merah, bawang putih, dan cabe merah beberapa waktu lalu cukup menyita perhatian hampir seluruh lapisan masyarakat. Bagaimana tidak, diawali dengan kelangkaan komoditas tersebut di pasar, dilanjutkan dengan melonjaknya harga hingga berkali-kali lipat hanya dalam hitungan hari. Biasanya, fenomena inflasi (-kenaikan harga umum secara terus-menerus) ini terjadi ketika menjelang hari raya dimana jumlah permintaan lebih tinggi dari biasanya (selain psikologis hari raya dimana harga kebutuhan pokok menjadi naik). Namun dalam beberapa bulan terakhir ini terjadi lonjakan yang sangat tinggi terutama sub kelompok komoditas daging (daging sapi di akhir hingga awal tahun) dan sub kelompok komoidas bumbu-bumbuan (bawang merah, bawang putih, dan cabe merah).Ya, andil kelompok komoditas bahan makanan dalam menyumbang inflasi cukup besar dibandingkan komoditas pembentuk inflasi yang lain.  Tren pergerakan kenaikan harga kelompok bahan makanan jika dibandingkan dengan kelompok umum (rata-rata komoditas pembentuk inflasi) dapat dilihat pada grafik 1.









Banyak ahli mensinyalir bahwa kenaikan harga yang sangat tinggi pada beberapa komoditas ini sebagai dampak dari adanya pembatasan impor terhadap 20 komoditas hasil pertanian. Kebijakan pemerintah ini dinilai beberapa kalangan “kurang tepat” untuk dilakukan saat ini sehingga menimbulkan gejolak harga di masyarakat. Ketika kebijakan kembali “disalahkan”, seringkali pemerintah pun “mengalah” dengan kembali membuka keran impor beberapa komoditas hasil pertanian, walaupun harga tidak serta- merta  turun. Kebijakan impor pun kembali “dinilai” kurang tepat, ketika produksi nasional melimpah, seperti halnya pada musim panen.
Kondisi seperti ini kiranya tidak akan terjadi jika kebijakan yang diambil berdasarkan pada data yang akurat. Secara sederhana, ketika diketahui berapa jumlah produksi nasional dan berapa kebutuhan konsumsi suatu komoditas (baik konsumsi industri maupun konsumsi masyarakat) maka dapat ditentukan berapa besaran impor untuk pemenuhan konsumsi komoditas tersebut, disamping tetap memperhatikan kapan masa panen dan perencanaan masa tanam. Namun tentu saja ternyata untuk memperoleh data yang akurat tidak sesederhana itu. Perlu proses dan mekanisme, sehingga data yang akurat dan valid sesuai kondisi lapangan dapat diperoleh. Salah satu basis data pertanian yang komprehensif dengan skala nasional dan mencakup semua kegiatan pertanian adalah data hasil sensus pertanian. Sensus pertanian di Indonesia yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali pada tahun berakhiran 3 (tiga) diharapkan dapat memberikan gambaran secara aktual mengenai kondisi pertanian di Indonesia. Hasil sensus ini diharapkan dapat  menjadi basis data dalam perencanaan pembangunan pertanian di masa mendatang.

Sensus Pertanian 2013
Sensus Pertanian 2013 atau biasa disingkat menjadi ST2013 di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Sensus pertanian pertama kali dilaksanakan pada tahun 1963 dan tahun ini adalah pelaksanaan sensus pertanian yang keenam. Tahun ini, yaitu pada bulan Mei 2013 adalah puncak dari kegiatan sensus pertanian di Indonesia dimana akan dilakukan pencacahan lengkap seluruh usaha pertanian.   Yang dicakup dalam ST2013 kali ini adalah seluruh sektor pertanian, yaitu : (1) tanaman pangan, (2) hortikultura, (3) perkebunan, (4) peternakan, (5) perikanan, dan (6) kehutanan.
Pencacahan (pendataan) ST2013 mencakup seluruh usaha pertanian, baik pada rumah tangga biasa, perusahaan berbadan hukum, maupun selain rumah tangga biasa dan selain perusahaan berbadan hukum (seperti: usaha pertanian di pesantren/seminari, lembaga pemasyarakatan, barak militer, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT)). Pencacahan dilakukan secara nasional di seluruh wilayah Indonesia, sehingga data yang dihasilkan bersifat komprehensif.  Tahapan yang dilakukan pada puncak kegiatan bulan Mei 2013 ini adalah tahap pemutakhiran dan pencacahan lengkap. Adapun tahan selanjutnya seperti survei pendapatan rumah tangga pertanian dan survei sub sektor dilaksanakan pada bulan November 2013 dan tahun 2014. Adapun metodologi pencacahan dilakukan secara door to door untuk wilayah konsentrasi (potensi rumah tangga pertanian berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010)  dan snowball untuk wilayah yang non konsentrasi. Berdasarkan kedua metodologi pencacahan ini maka gambaran kondisi pertanian di Indonesia secara aktual dapat diperoleh.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa melalui kegiatan sensus pertanian dapat diperoleh gambaran aktual mengenai kondisi pertanian di Indonesia. Adapun secara umum tujuan dilaksanakannya ST2013 adalah : (1) mendapatkan data statistik pertanian yang lengkap dan akurat supaya diperoleh gambaran yang jelas tentang pertanian di Indonesia, (2) mendapatkan kerangka sampel (sampling frame) yang dapat dijadikan landasan pengambilan sampel untuk survei-survei di sektor pertanian, (3) memperoleh berbagai informasi tentang populasi usaha pertanian, rumah tangga petani gurem, jumlah pohon dan ternak, distribusi penguasaan dan pengusahaan lahan menurut golongan luas, dan sebagainya, (4) hasil pencacahan lengkap ST2013 juga akan digunakan sebagai angka patokan (benchmarks) untuk survei-survei di sektor pertanian.
Ya, tidak hanya gambaran yang lengkap dan jelas mengenai kondisi pertanian di Indonesia, melalui sensus ini dapat diperoleh informasi penting terkait data-data dasar bagi perencanaan kebijakan pertanian. Informasi populasi usaha pertanian, dengan diketahuinya berapa populasi usaha pertanian yang mencakup seluruh sektor pertanian maka kita dapat mengetahui berapa kemampuan produksi nasional,  selain jumlah populasi usahanya. Berdasarkan data ini, ke depannya dapat diketahui sektor pertanian mana yang produksinya (melalui populasi unit usaha) dapat mencukupi kebutuhan nasional, sektor mana yang harus disupply dari luar negeri untuk pemenuhan konsumsi masyarakat,   dan sektor pertanian mana yang tingkat produksinya melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat sehingga dapat di ekspor ke luar negeri. Seperti halnya ketika impor dibatasi untuk komoditas bawang merah dan bawang putih yang beberapa bulan terakhir mengalami inflasi cukup tinggi, apakah sebetulnya jumlah usaha tani bawang merah dan bawang putih dengan tingkat produksinya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi nasional?
 Kemudian informasi rumah tangga petani gurem, melalui data ini kiranya kebijakan dan program pemerintah terkait upaya pengentasan kemiskinan melalui peningkatkan kemampuan ekonomi dan pemberdayaan petani gurem dapat lebih tepat sasaran. Hal ini penting untuk dilakukan karena jumlah rumah tangga petani gurem yang cenderung meningkat, dimana petani gurem yang  menguasai/mengerjakan lahan yang relatif sempit, cenderung miskin, karena biasanya usaha tani yang dijalankannya berada di bawah skala ekonomi, tidak mampu bersaing dengan produk luar, sehingga pendapatan rumah tangganya pun berada di bawah rata-rata. Padahal sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki arti strategis dalam perekonomian Indonesia. Maka, data rumah tangga petani gurem menjadi strategis pula untuk perencanaan kebijakan pertanian masa mendatang dalam upaya peningkatan ekonomi masyarakat.
Informasi jumlah pohon dan ternak. Informasi jumlah pohon, baik komoditas sektor hortikultura, perkebunan, maupun kehutanan penting untuk mengetahui kemampuan produksi nasional terhadap komoditas-komoditas tersebut. Misalnya, salah satu komoditas hortikultura adalah buah-buahan, dengan diketahui berapa jumlah pohon buah-buahan yang ada, berapa jumlah pohon yang sudah berproduksi, berapa yang belum berproduksi maka tingkat produksi nasional dapat diperoleh. Maka ketika dikaitkan dengan tingkat konsumsi masyarakat akan komoditas buah-buahan ini kiranya penentuan kebijakan pembatasan impor apakah perlu untuk dilakukan. Demikian halnya ketika akhir tahun lalu terjadi lonjakan harga yang cukup tinggi pada komoditas daging sapi, kembali dipertanyakan sebetulnya berapa kemampuan produksi daging sapi nasional, berapa jumlah ternak yang ada, sehingga konsumsi masyarakat dapat terpenuhi.
Uraian di atas adalah hanya sebagian kecil manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan sensus pertanian tahun ini. Tentu, pelaksanaan sensus pertanian 2013 ini tidak mudah. Hal ini merupakan tugas berat bagi BPS selaku badan yang berkewajiban melaksanakan sensus sesuai Undang-Undang. Kredibilitas BPS selaku pelopor data statistik terpercaya untuk semua kembali dipertaruhkan. Perlu kerja keras dan kerja sama dari berbagai pihak. Tidak hanya pegawai organik BPS, petugas pencacah di lapangan, namun juga perlu dukungan dan partisipasi dari seluruh stakeholders yang ada, baik pemerintah, tokoh masyarakat, dan tentu saja pelaku usaha pertanian itu sendiri. Dukungan dari pelaku usaha pertanian, baik rumah tangga pertanian, perusahaan berbadan hukum, pesantren, asrama, lembaga yang mengelola usaha pertanian, sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan ST2013 di Indonesia. Dukungan dengan memberikan jawaban yang sebenarnya terkait dengan usaha pertanian yang dilakukan akan mendukung dalam upaya diperolehnya data statistik pertanian yang akurat.  Data statistik pertanian yang akurat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian di masa mendatang.
Mari kita dukung Sensus Pertanian 2013 untuk masa depan bangsa. Anda pengelola usaha pertanian? Pastikan Anda Dihitung!!


Dimuat di HU Pikiran Rakyat, 11 Mei 2013

Selasa, 26 Februari 2013

Mau, menjadi orangtua hebat?

KOMPAS.com - Apakah Anda sudah menjalani apa yang dilakukan orangtua luar biasa kepada anak dan keluarganya? Jangan dulu merasa hebat sebelum Anda mengenali 12 ciri orangtua luar biasa ini dalam diri Anda. Grown dan Flown, penulis buku Goldman Sachs: The Culture of Success memaknai orangtua luar biasa sebagai berikut: 

1. Orangtua hebat memaknai pernikahan bukan hanya milik berdua, tapi merupakan sumber keteladanan bagi anak-anaknya. Karenanya orangtua sudah semestinya mencontohkan cara mengelola amrah, cara menunjukkan afeksi, caranya bertoleransi, bagaimana berbuat baik, karena anak akan merekam semua hal ini dari orangtuanya. 

2. Orangtua hebat menyadari bahwa dunia akan terus berputar, dan mereka selalu mampu menjalaninya tanpa kehilangan arah. Dengan begitu, anak-anak mereka pun takkan kehilangan arah karena kalau orangtua kebingungan menghadapi apa yang terjadi dalam hidupnya, anak-anak pun akan mengalami hal yang sama. 

3. Orangtua hebat punya perhatian besar terhadap apa yang menjadi passion anak-anaknya. Mereka menunjukkan kepedulian dan kasih sayang pada anak, dan selalu mencari cara untuk meningkatkan bonding. Orangtua hebat juga selalu mau belajar untuk memasuki dunia anak-anaknya, untuk menunjukkan pada anak-anak mereka bahwa menghargai dan mendukung apa yang anak mereka lakukan dan sukai. 

4. Orangtua hebat punya "hubungan sehat" dengan keuangan, makanan. Mereka menjadi tempat belajar anak mengenai cara menghargai uang, cara mengonsumsi makanan yang baik, dan ini menjadi bekal penting saat anak tumbuh dewasa dan hidup mandiri nantinya. 

 5. Orangtua hebat memiliki hubungan yang terjaga baik dengan saudara-saudara kandungnya, kakak-adiknya, keluarganya. Mereka mencontohkan bagaimana hubungan baik dalam keluarga harus terus terjaga dan merupakan hal penting yang sangat memengaruhi kehidupan, termasuk kehidupan anak-anaknya nanti. 

6. Orangtua hebat tak pernah menonjolkan kehebatannya. Mereka tidak ingin selalu merasa benar dan hebat, apalagi di depan anak-anaknya. Kredibilitas lebih penting ketimbang ego yang tinggi.

 7. Orangtua hebat selalu memiliki antusiasme dalam menjalankan pengasuhan, sejak anak dilahirkan sampai dewasa. 

8. Orangtua hebat mengajarkan anak-anaknya untuk berusaha mandiri menggali potensi, menunjukkannya, dan memberikan kontribusi sebagai pribadi dengan potensi yang dimilikinya. Mereka mendorong anak-anaknya untuk mengasah kemampuan diri, meski kadang harus membuat anak marah atau membuatnya dibenci oleh anak-anaknya sendiri. Namun hasilnya, anak belajar mengenai kerja keras dan fokus pada potensi diri. 

9. Orangtua hebat melewati masa di mana anak-anak marah bahkan benci kepada mereka. Namun justru momen inilah yang menunjukkan mereka telah menjalankan tugas pengasuhan dengan baik. Momen ini takkan menghentikan orangtua hebat untuk selalu berbesar hati terhadap anak-anaknya, dan takkan pernah mundur untuk selalu menjadi pendamping dan pebimbing bagi keluarganya. 

10. Orangtua hebat menyadari dan memahami kecemasan yang anak-anak mereka rasakan. Mereka akan merespons masalah yang terjadi pada anak-anak, tanpa rasa panik, namun justru memberikan perhatian penuh. 

11. Orangtua hebat selalu mau beradaptasi dengan anak-anaknya, dan berlaku adil tak pernah memperlakukan anak-anak secara berbeda. 

12. Orangtua hebat tak pernah kebingungan memisahkan siapa orang dewasa, siapa anak-anak, siapa yang memegang kendali dan tanggung jawab. Artinya, di tengah perselisihan apa pun, saat mengalami kondisi sulit apa pun, orangtua selalu berada terdepan mengendalikan situasi dengan cara-cara yang adil. Bukan hanya memihak dirinya, namun memerhatikan kebutuhan keluarganya. Menunjukkan ketegasan yang mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari anak-anaknya. 


Sumber: Huffington Post

Jumat, 08 Februari 2013

FATHIMAH AZ-ZAHRA RHA DAN GILINGAN GANDUM


Suatu hari masuklah Rasulullah S.A.W. menemui anandanya Fathimah az-zahra rha. Didapatinya anandanya sedang menggiling syair (sejenis padi-padian) dengan menggunakan sebuah penggilingan tangan dari batu sambil menangis.
Rasulullah S.A.W. bertanya pada anandanya, "apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Fathimah?, semoga Allah S.W.T tidak menyebabkan matamu menangis". Fathimah rha. berkata, "ayahanda, penggilingan dan urusan-urusan rumah tanggalah yang menyebabkan ananda menangis".
Lalu duduklah Rasulullah S.A.W. di sisi anandanya. Fathimah rha. melanjutkan perkataannya, "Ayahanda sudikah kiranya Ayahanda meminta 'aliy (suaminya) mencarikan ananda seorang jariah untuk menolong ananda menggiling gandum dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah".
Mendengar perkataan anandanya ini maka bangunlah Rasulullah S.A.W. mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil syair (sejenis gandum) dengan tangannya yang diberkati lagi mulia dan diletakkannya di dalam penggilingan tangan itu seraya diucapkannya "Bismillaahirrahmaanirrahiim". Penggilingan tersebut berputar dengan sendirinya dengan izin Allah S.W.T. Rasulullah S.A.W. meletakkan syair ke dalam penggilingan tangan itu untuk anandanya dengan tangannya sedangkan penggilingan itu berputar dengan sendirinya seraya bertasbih kepada Allah S.W.T dalam berbagai bahasa sehingga habislah butir-butir syair itu digilingnya.
Rasulullah S.A.W. berkata kepada gilingan tersebut, "Berhentilah berputar dengan izin Allah S.W.T", maka penggilingan itu berhenti berputar lalu penggilingan itu berkata-kata dengan izin Allah S.W.T yang berkuasa menjadikan segala sesuatu dapat bertutur kata. Maka katanya dalam bahasa Arab yang fasih, "ya Rasulullah S.A.W., demi Allah Tuhan yang telah menjadikan baginda dengan kebenaran sebagai Nabi dan Rasul-Nya, kalaulah baginda menyuruh hamba menggiling syair dari Masyriq dan Maghrib pun niscaya hamba gilingkan semuanya. Sesungguhnya hamba telah mendengar dalam kitab Allah S.W.T suatu ayat yang berbunyi : (artinya) "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dititahkan-Nya kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang dititahkan".
Maka hamba takut, ya Rasulullah kelak hamba menjadi batu yang masuk ke dalam neraka. Rasulullah S.A.W. kemudian bersabda kepada batu penggilingan itu, "bergembiralah karena engkau adalah salah satu dari batu mahligai Fathimah az-zahra di dalam sorga". Maka bergembiralah penggilingan batu itu mendengar berita itu kemudian diamlah ia.
Rasulullah S.A.W. bersabda kepada anandanya, "Jika Allah S.W.T menghendaki wahai Fathimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah S.W.T menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat.
Ya Fathimah, perempuan mana yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah S.W.T menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat.
Ya Fathimah perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah S.W.T menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit.
Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah S.W.T akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang.
Ya Fathimah, perempuan mana yang menghalangi hajat tetangga-tetangganya maka Allah S.W.T akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautshar pada hari kiamat.
Ya Fathimah, yang lebih utama dari itu semua adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Jikalau suamimu tidak ridha denganmu tidaklah akan aku do'akan kamu. Tidaklah engkau ketahui wahai Fathimah bahwa ridha suami itu daripada Allah S.W.T dan kemarahannya itu dari kemarahan Allah S.W.T?.
Ya Fathimah, apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya maka beristighfarlah para malaikat untuknya dan Allah S.W.T akan mencatatkan baginya tiap-tiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu kejahatan. Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan maka Allah S.W.T mencatatkan untuknya pahala orang-orang yang berjihad pada jalan Allah yakni berperang sabil. Apabila ia melahirkan anak maka keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ibunya melahirkannya dan apabila ia meninggal tiadalah ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan berdosa sedikitpun, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga, dan Allah S.W.T akan mengkaruniakannya pahala seribu haji dan seribu umrah serta beristighfarlah untuknya seribu malaikat hingga hari kiamat.
Perempuan mana yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati dan ikhlas serta niat yang benar maka Allah S.W.T akan mengampuni dosa-dosanya semua dan Allah S.W.T akan memakaikannya sepersalinan pakaian yang hijau dan dicatatkan untuknya dari setiap helai bulu dan rambut yang ada pada tubuhnya seribu kebaikan dan dikaruniakan Allah untuknya seribu pahala haji dan umrah.
Ya Fathimah, perempuan mana yang tersenyum dihadapan suaminya maka Allah S.W.T akan memandangnya dengan pandangan rahmat. Ya Fathimah perempuan mana yang menghamparkan hamparan atau tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat), "Teruskanlah 'amalmu maka Allah S.W.T telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang".
Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyakan rambut suaminya dan janggutnya dan memotongkan kumisnya serta menggunting kukunya maka Allah S.W.T akan memberinya minuman dari sungai-sungai sorga dan Allah S.W.T akan meringankan sakarotul maut-nya, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga seta Allah S.W.T akan menyelamatkannya dari api neraka dan selamatlah ia melintas di atas titian Shirat".

Rabu, 30 Januari 2013

Pengembangan Kapasitas Perempuan Pengusaha Melalui Keadilan Gender (Studi Kasus pada Sentra Rajutan Binongjati Kota Bandung)

Pengembangan Kapasitas Perempuan Pengusaha Melalui Keadilan Gender (Studi Kasus pada Sentra Rajutan Binongjati Kota Bandung)


Title: Pengembangan Kapasitas Perempuan Pengusaha Melalui Keadilan Gender (Studi Kasus pada Sentra Rajutan Binongjati Kota Bandung)
Author: Widiastuty, Isti Larasati
Abstract: Industri di Kota Bandung merupakan salah satu potensi wilayah, mampu menyumbang sebesar 26,52 persen terhadap PDRB Kota Bandung tahun 2007. Kegiatan industri yang merupakan salah satu unggulan Kota Bandung adalah industri rajutan. Wilayah Binongjati merupakan kawasan sentra rajutan yang terdiri dari sekitar 400 pengusaha dan mampu menyerap sekitar 8.000 tenaga kerja. Pada tahun 2006 kawasan sentra rajutan Binongjati menjadi salah satu Kawasan Sentra Industri dan Perdagangan (KSIP) di Kota Bandung. Usaha rajutan di Binongjati banyak digerakkan oleh perempuan, baik sebagai pengusaha,tenaga kerja, maupun sebagai pekerja keluarga tidak dibayar.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/4581
Date: 2009

Selasa, 15 Januari 2013

Fenomena Inflasi Kota Bandung 2011 - 2012

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999 :108). Todaro (dalam Arsyad, 1999 : 5) mengemukakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukan oleh tiga nilai pokok, yaitu ; (1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs), (2) meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia, dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Maka harus disadari bahwa pengertian pembangunan ekonomi sangat luas, tidak terbatas pada bagaimana meningkatkan angka PDRB saja, namun lebih pada bagaimana mengembangkan kegiatan-kegiatan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat tidak hanya dengan memperhatikan peningkatan pendapatan masyarakat, dimana biasanya pendekatan untuk menghitung hal ini melalui peningkatan pendapatan (PDRB) perkapita masyarakat. Namun perlu memperhatikan sinergitas berbagai sektor dan institusi, terutama dalam upaya peningkatan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kemampuan ekonomi masyarakat atau menunjukkan kualitas hidup masyarakat secara ekonomi.      
Berbagai strategi dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Pemantauan beberapa indikator dini pun perlu dilakukan agar strategi dan kegiatan yang dilakukan bisa lebih tepat sasaran. Beberapa indikator yang biasa digunakan untuk memantau daya beli masyarakat diantaranya adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),  Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Inflasi, dan sebagainya.  


Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau yang lebih dikenal dengan istilah Pendapatan Regional (Regional Income) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah. 
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku pada tahun 2011 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu dari Rp 82,00 trilyun pada tahun 2010  menjadi Rp 95,61 trilyun, atau meningkat sebesar 16,60 persen. Persentase peningkatan ini disebabkan oleh bertambahnya  Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga berlaku seluruh sektor ekonomi pada tahun 2011.
Adapun PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 8,73 persen dari tahun 2010. PDRB atas dasar harga konstan tahun 2010 sebesar Rp 31,70 trilyun dan meningkat menjadi Rp 34,46 trilyun pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung sebesar 8,73 persen pada tahun 2011.
 Jika diperhatikan menurut sektor ekonomi pendukung PDRB, maka akan terlihat struktur ekonomi Kota Bandung. Struktur ekonomi Kota Bandung dari era 1990-an sampai dengan saat ini mengalami pergeseran struktur ekonomi. Pergeseran struktur ekonomi semakin jelas terlihat seiring dengan perkembangan Kota Bandung. Pergeseran struktur ekonomi dari kota industri menjadi kota jasa dan perdagangan semakin jelas terlihat dari struktur ekonomi tahun 2011. Hal ini dapat dimaklumi dengan semakin sempitnya lahan untuk kegiatan industri, sehingga kegiatan industri di perkotaan pindah ke daerah pinggiran kota sebagai daerah penyangga ibukota provinsi. Namun demikian sektor industri di Kota Bandung masih dapat dikembangkan untuk mendukung perekonomian Kota Bandung, yaitu industri yang tidak terlalu membutuhkan lahan relatif  luas terutama industri kreatif yang semakin banyak tumbuh di Kota Bandung.
Jika dirinci menurut sembilan sektor ekonomi maka terlihat bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran (sektor 6) merupakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap perekonomian Kota Bandung. Kemudian sektor industri pengolahan dan sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa.Pada tahun 2011 sektor perdagangan, hotel, dan restoran (sektor 6) memberikan kontribusi sebesar 41,25 persen. Adapun sektor industri pengolahan (sektor 3) memberikan kontribusi sebesar 23,51 persen pada perkonomian tahun 2011 dan merupakan kontributor kedua terhadap pembentukan PDRB Kota Bandung. Jika dilihat berdasarkan tahapan industrialisasi yang ditetapkan oleh UNIDO atau Bank Dunia maka pada tahun 2011 ini Kota Bandung berada pada tahapan semi industrialisasi, dimana konstribusi NTB sektor industri terhadap PDRB berada pada kisaran 20 – 30 persen. Kondisi ini menunjukkan telah terjadi pergeseran, dimana pada era 1990-an hingga awal tahun 2000-an Kota Bandung berada pada tahapan industri penuh (kontribusi NTB industri > 30 persen)   dan saat ini sudah beralih pada tahapan semi industrialisasi.
 Sektor  yang juga memberikan kontribusi relatif tinggi  adalah sektor pengangkutan dan komunikasi (sektor 7) dengan peranan sebesar 12,38 persen terhadap total PDRB Kota Bandung tahun 2011. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan peran, dimana pada tahun sebelumnya berkontribusi sekitar 11,97 persen, atau meningkat sekitra 0,41 persen. Kemudian sektor jasa-jasa (sektor 9) memberikan kontribusi sebesar 9,35 persen pada pembentukan PDRB tahun 2011. Sektor keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan pada tahun 2011 memberikan kontribusi sekitar 6,37 persen terhadap pembentukan PDRB Kota Bandung tahun 2011, mengalami peningkatan sebesar 0,14 persen dari tahun sebelumnya. Sektor listrik, gas, dan air bersih memberikan kontribusi sebesar 2,30 persen.   Adapun NTB sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 0,20 persen terhadap pembentukan PDRB Kota Bandung tahun 2010 maupun 2011.


Laju Pertumbuhan Ekonomi

Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) merupakan suatu kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Namun pada intinya pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan suatu perkembangan dari berbagai kegiatan ekonomi.  Terdapat berbagai teori tentang pembangunan ekonomi yang pada intinya adalah metode tentang menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu.
Beberapa teori pertumbuhan tersebut adalah sebagai berikut : (1) Teori basis ekonomi (economic base theory) menyatakan bahwa penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu darah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.  (2) Teori lokasi yang menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah yaitu lokasi, lokasi, dan lokasi.  (3) Teori tempat sentral yang menganggap ada hirarki tempat, yaitu perlu adanya pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga dalam hal penyediaan barang dan jasa. (4) Teori kausasi kumulatif dimana kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperoleh kesenjangan antara daerah-daerah tersebut sehingga daerah maju cenderung mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibandingkan daerah lainnya. Dalam hal ini Myrdal (1957) menyebutnya sebagai backwash effects.
  Terlepas dari faktor dominan apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kota Bandung, sejak tahun 1998 lalu pertumbuhan ekonomi Kota Bandung cenderung menunjukkan perbaikan ke arah yang positif. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya LPE di Kota Bandung. Angka LPE ini merupakan salah satu indikator dalam menunjukkan kinerja perekonomian Kota Bandung secara umum, dimana terjadinya peningkatan faktor produksi tanpa adanya pengaruh inflasi. 

Perekonomian Kota Bandung pada tahun 2011 tumbuh sebesar 8,73 persen.  Angka pertumbuhan ekonomi 2011 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami peningkatan sekitar 0,28 persen. Jika dibandingkan angka LPE dari tahun 2008, maka terlihat adanya upaya pemulihan kondisi ekonomi pasca krisis global yang terjadi pada medio 2008, dimana pada tahun 2008 angka LPE Kota Bandung sempat mengalami perlambatan akibat menurunnya kinerja beberapa sektor ekonomi. Krisis global tersebut berimbas  pada beberapa sektor ekonomi yang dampaknya masih terasa pada sektor ekonomi yang bahan baku produksinya berbasis impor seperti industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Sektor industri pengolahan masih mengalami peningkatan pertumbuhan jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu. Kegiatan industri pengolahan yang berbasis bahan baku impor dan berpangsa pasar ekspor masih mengalami kendala terkait dengan krisis tahun 2008, terutama dengan ketersediaan bahan baku impor dan masalah pemasaran. Dengan pangsa pasar ekspor beberapa industri besar sedang cukup terkendala ketika negara tujuan ekspor masih berada pada kondisi krisis sehingga membatasi impor dari negara lain, termasuk impor dari Kota Bandung. Selain itu yang menjadi salah satu sebab melambatnya produktivitas sektor industri pengolahan adalah faktor daya saing dengan industri sejenis dari barang impor, baik impor dari luar negeri maupun impor dari luar wilayah Kota Bandung.
Sektor yang mencapai LPE tertinggi pada tahun 2011 adalah sektor konstruksi yaitu sekitar 11,94 persen. Sektor konstruksi mengalami peningkatan LPE cukup signifikan yaitu sekitar 0,74 persen. Peningkatan LPE sektor konstruksi sebagai indikasi dari meningkatnya kinerja sektor ini pada tahun 2011, hal ini dikarenakan beberapa proyek pembangunan infrastruktur yang relatif besar mulai dilakukan pada tahun 2011, seperti pembangunan Stasion Utama Sepakbola Gedebage (SUS Gedebage) dan perbaikan beberapa ruas jalan raya di Kota Bandung, seperti ruas Jalan Soekarno Hatta.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang memiliki kontribusi paling besar dalam penciptaan PDRB Kota Bandung pada tahun 2011 tumbuh sekitar 11,23 persen. Sektor ini mengalami peningkatan LPE sekitar 0,26 persen dibandingkan tahun 2010. Walaupun peningkatannya cukup kecil, namun sedikit saja perubahan sektor ini akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap PDRB Kota Bandung, dikarenakan sektor ini memberikan kontribusi yang besar. 
Sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2011 mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan LPE tahun 2010, yaitu tumbuh sekitar  10,97 persen. Kinerja produksi sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2011 ini melambat sebagai dampak dari turunnya LPE sub sektor angkutan udara. Pada tahun 2011 kinerja produksi angkutan udara yang ditunjukkan dengan jumlah penumpang yang berangkat dari Bandara Husein Sastranegara mengalami penurunan, sehingga LPE sub sektor angkutan udara tahun 2011 berada pada level 7,32 persen atau menurun sekitar 2, 92 persen. Adapun sub sektor angkutan jalan, angkutan rel, jasa penunjang angkutan, serta sub sektor komunikasi mengalami peningkatan angka LPE. Sub sektor angkutan jalan mengalami pertumbuhan sekitar 13,91 persen. Sebagai dampak dari aktifnya jalur tol Cipularang beberapa tahun lalu, yang memperpendek jarak dan waktu tempuh Jakarta Bandung mengakibatkan bertambahnya penumpang yang memilih moda transportasi jalan raya yang juga semakin tumbuh berkembang di Kota Bandung, seperti jasa angkutan travel atau angkutan pemandu moda lainnya
Adapun sub sektor komunikasi tumbuh sekitar 10,93 persen pada tahun 2011. Sub sektor komunikasi mengalami peningkatan angka pertumbuhan sekitar 0,19 persen jika dibandingkan dengan angka pertumbuhan pada tahun sebelumnya. Peningkatan ini sebagai dampak dari semakin peningkatnya penggunaan jasa komunikasi seluler yaitu penggunaan pulsa telepon seluler serta pelayanan komunikasi lainnya seperti layanan Blackberry dan internet.
Demikian halnya dengan jasa penunjang angkutan, pada tahun 2011 mengalami peningkatan LPE sekitar 0,31 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. LPE sub sektor jasa penunjang angkutan pada tahun 2011 sekitar 6,18 persen. Peningkatan ini sebagai dampak dari meningkatnya kinerja produksi sub sektor jasa penunjang angkutan seperti jasa parkir serta jasa tol.
Selanjutnya sektor keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan sebagai salah satu penopang aktivitas kegiatan ekonomi juga mengalami peningkatan LPE pada tahun 2011. Pada tahun ini LPE sektor keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan mencapai 8,56 persen atau meningkat sekitar 0,03 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan LPE tertinggi terjadi pada sub sektor jasa perusahaan yaitu sekitar 1,00 persen. Adapun sub sektor bank sebagai sub sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan NTB sektor keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan mengalami peningkatan LPE sekitar 0,17 persen, sedangkan LPE sub sektor lembaga keuangan bukan bank mengalami peningkatan sekitar 0,07 persen yaitu dari 10,89 persen pada tahun 2010 menjadi 10,97 persen pada tahun 2011. Adapun sub sektor usaha persewaan mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu tumbuh sekitar 10,46 persen sedangkan tahun 2010 mampu tumbuh sekitar 11,24 persen. Walaupun Kota Bandung sebagai daerah tujuan migran dari luar Kota Bandung untuk menuntut ilmu dan mencari nafkah di Kota Bandung mengakibatkan usaha persewaan bangunan seperti kontrakan rumah dan kos-kosan terus tumbuh menjamur, daya dukungnya menjadi jenuh sehingga pertumbuhannya pun relatif melambat. Pertumbuhan usaha persewaan bangunan tahun 2011 jika dinilai atas dasar harga konstan mengalami perlambatan, akan tetapi jika dinilai atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan dikarenakan angka inflasinya cukup tinggi. Perlu dipahami bahwa di satu sisi kondisi ini mendukung pada tumbuhnya perekonomian Kota Bandung, namun satu hal yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana daya dukung dan daya tampung (carrying cappacity) dari lingkungan Kota Bandung itu sendiri.   
Apabila LPE Kota Bandung dijadikan sebagai dasar (base line) dalam evaluasi kinerja sektor-sektor ekonomi, maka kinerja sektoral dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama, adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan di atas rata-rata (8,73 persen). Kelompok kedua, adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan positif namun masih berada di bawah LPE rata-rata. Kelompok ketiga, adalah sektor yang mengalami pertumbuhan negatif.
Pada tahun 2010 terdapat lima sektor ekonomi yang berada pada kelompok pertama, yaitu sektor yang memiliki kinerja lebih tinggi dari kinerja rata-rata. Kelima sektor yang berada pada kelompok pertama adalah sektor listrik, gas dan air bersih; sektor konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; serta sektor keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan. Adapun sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa termasuk kelompok kedua yang memiliki LPE positif namun amsih lebih rendah dari LPE rata-rata, sedangkan pada tahun 2010 sektor pertanian termasuk apda kelompok ketiga, yaitu mengalami pertumbuhan negatif.

Pada tahun 2011 terjadi pergeseran kelompok, yaitu sektor keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan menjadi kelompok kedua dimana sebelumnya berada pada kelompok pertama. Maka pada tahun 2011 ini terdapat empat sektor ekonomi yang termasuk kelompok pertama, yaitu sektor listrik, gas dan air bersih; sektor konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Adapun keempat sektor lainnya yaitu sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa termasuk pada kelompok kedua, yatiu LPE sektor (kinerja sektor) lebih rendah dari LPE rata-rata (kinerja Kota Bandung) walaupun masih tumbuh positif.
Terdapat satu hal yang perlu disadari terkait dengan angka LPE. Tingginya LPE Kota Bandung menunjukkan tingginya kinerja ekonomi dari sektor-sektor ekonomi yang ada di Kota Bandung, yaitu terjadi peningkatan kinerja produksi dari berbagai kegiatan ekonomi yang ada. Namun ada kalanya tingginya LPE ini tidak sejalan dengan tingginya tingkat daya beli masyarakat atau pendapatan masyarakat. Perlu dipahami bahwa sebagian besar usaha-usaha besar di Kota Bandung kepemilikannya adalah penduduk luar Kota Bandung sehingga tingginya pertumbuhan tersebut seringkali hanya dinikmati oleh beberapa lapisan masyarakat saja. Adapun sebagian besar masyarakat yang juga ikut berpartisipasi dalam proses ekonomi khususnya yang berstatus sebagai buruh atau karyawan, hanya menikmati sebagian kecil saja dari pertumbuhan tersebut. Walaupun secara ilmu ekonomi akan terjadi transfer in and transfer out ketika ada usaha di luar Kota Bandung yang dimiliki oleh penduduk Kota Bandung dan usaha di Kota Bandung yang dimiliki oleh penduduk luar Kota Bandung. Walaupun seringkali hal ini menjadi perdebatan, LPE tinggi tetapi daya beli masyarakat masih rendah. LPE dihitung berdasarkan perkembangan PDRB suatu wilayah, yaitu perkembangan dari aktivitas ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Adapun daya beli masyarakat adalah tingkat kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, dan belum tentu mereka menikmati pertumbuhan yang tinggi. Oleh karena itu upaya percepatan pertumbuhan saja tidak cukup, yang lebih penting adalah bagaimana angka pertumbuhan tersebut bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Yang  perlu dicapai adalah adanya pemerataan pendapatan masyarakat sehingga pendapatan per kapita adalah riil bisa dinikmati.  Disamping itu, upaya peningkatan daya beli masyarakat juga perlu memperhatikan stabilitas inflasi di Kota Bandung, dimana inflasi merupakan salah satu indikator perekonomian yang memiliki manfaat untuk formulasi kebijakan ekonomi dalam menjaga stabilitas harga/upah, mengevaluasi usulan pajak, menyesuaikan perhitungan pendapatan nasional (sebagai deflator) serta sebagai tolak ukur penyesuaian upah dan gaji juga pensiun agar selalu bisa mengikuti perkembangan harga.

Inflasi
Yang dimaksud dengan inflasi adalah kenaikan tingkat harga rata-rata barang dan jasa secara umum. Jadi kenaikan harga relatif dari satu jenis barang dan jasa belum tentu menunjukkan kenaikan inflasi. Tetapi, kenaikan harga relatif dari suatu barang/jasa yang penting bagi masyarakat, seperti sembilan bahan pokok dan bahan bakar sering menimbulkan kenaikan inflasi. Ada juga yang mendefinisikan inflasi sebagai kenaikan persediaan uang yang beredar. Venieris dan Sebold (1977, Macroeconomic Models and Policy) mendefinisikan inflasi sebagai kecenderungan peningkatan tingkat harga umum secara terus menerus, yang mencakup tiga aspek, yaitu : Pertama, adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Kedua, peningkatan harga tersebut berlangsung terus menerus, yang  berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja. Ketiga, mencakup pengertian tingkat harga umum, yang berarti yang meningkat itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja.
Mengatasi persoalan peningkatan harga-harga secara umum dan terus menerus kadang tidak semudah  membalik telapak tangan. Hal ini dikarenakan persoalan inflasi merupakan suatu persoalan yang begitu kompleks. Inflasi terkait dengan berbagai sebab dan akibat yang kompleks, dan kadangkala upaya penyelesaian permasalahan ini cukup sulit. Upaya penanggulangan masalah inflasi yaitu menekan laju inflasi kadang tidak menyentuh akar persoalan diakibatkan kompleksnya permasalahan inflasi. Kompleksitas inflasi disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah : Pertama, inflasi merupakan dampak dari beberapa sebab yang bervariasi dari waktu ke waktu, misalnya inflasi terkait dengan pertumbuhan penduduk, pengangguran, selera, serta distribusi barang. Kedua, karena suatu permintaan atau keinginan yang kuat melawan suatu batasan, misalnya menginginkan sesuatu yang lebih banyak, yang lebih besar, dan yang lebih baik. Ketiga, karena adanya kebijakan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah, seperti meningkatkan harga BBM.
Dilihat dari ciri atau tipenya, inflasi terdiri dari tiga jenis, yaitu : Pertama, demand-side inflation (demand pull inflation), yaitu inflasi yang terjadi akibat peningkatan permintaan agregat sedangkan persediaan tetap. Meningkatnya permintaan agregat mendorong kenaikan pada tingkat harga rata-rata. Kedua, supply-side inflation (cost push inflation)¸yaitu inflasi yang terjadi akibat supply berkurang sementara permintaan tetap, atau harga-harga komoditas yang diperlukan masyarakat meningkat diakibatkan oleh meningkatnya biaya produksi. Peningkatan biaya produksi terjadi karena kenaikan biaya-biaya input produksi, seperti kenaikan upah tenaga kerja, kenaikan bunga bank, dan kenaikan harga bahan baku. Kenaikan biaya produksi sudah barang tentu menyebabkan harga barang-barang naik, dan pada akhirnya akan menyebabkan inflasi. Ketiga, imported inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena harga barang impor yang biasa dikonsumsi masyarakat meningkat, sebagai akibat menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
Pada tahun 2011 ketika perekonomian Kota Bandung mampu tumbuh sebesar 8,73 persen, Kota Bandung mengalami inflasi sebesar 2,75 persen. Jika dirinci menurut kelompok komoditi maka inflasi tertinggi terjadi pada kelompok komoditi pendidikan  yang mencapai 4,60 persen. Kenaikan harga-harga kelompok komoditi pendidikan yang tertinggi terjadi pada komoditi jasa pendidikan, kemudian komoditi kursus-kursus/pelatihan. Komoditi jasa pendidikan pada tahun 2011 mengalami inflasi sebesar 7,01 persen, sedangkan komoditi kursus-kursus/pelatihan mengalami inflasi sebesar 4,18 persen. Berdasarkan angka ini terlihat bahwa walaupun pemerintah telah “menggratiskan” biaya jasa pendidikan, namun terjadi kenaikan harga komoditi ini yang cukup tinggi. Inflasi tertinggi kedua pada tahun 2011 terjadi pada kelompok komoditi bahan makanan yang mencapai 3,60 persen. Kenaikan harga-harga bahan makanan yang meningkat cukup tinggi adalah harga ikan segar (10,77%), sayur-sayuran (9,68%), ikan diawetkan (7,49%), buah-buahan (7,06%), serta padi-padian, umbi-umbian dan hasil-hasilnya (6,86%).
Pada tahun 2012, sampai dengan Bulan Oktober 2012 terjadi inflasi sebesar 3,93 persen (year to date). Jika dirinci menurut bulan, maka akan terlihat variasi inflasi maupun deflasi (penurunan harga) yang terjadi. Berdasarkan inflasi bulanan di Kota Bandung tahun 2012.  terlihat bahwa terjadi inflasi yang cukup tinggi pada Bulan Januari dan Bulan Juli.

Pada Bulan Januari 2012 terjadi kenaikan harga-harga secara umum sebesar 1,24 persen jika dibandingkan dengan harga Bulan Desember 2011. Fenomena awal tahun yang lebih didukung oleh kondisi iklim dan cuaca mengakibatkan kelangkaan komoditi sehingga terjadi kenaikan harga-harga terutama komoditi bahan makanan dan makanan jadi. Kemudian pada Bulan Februari sampai dengan Bulan Mei kelompok bahan makanan mengalami deflasi atau penurunan harga jika dibandingkan bulan sebelumnya. Namun Bulan Juni dan menjelang Bulan Ramadhan di Bulan Juli, kembali mengalami inflasi cukup tinggi, yaitu mencapai 3,46 persen. 
Jika diperhatikan , kenaikan harga-harga kelompok komoditi bahan makanan ternyata terus berlanjut hingga Bulan Oktober Tahun 2012. Kelompok komoditi bahan makanan sampai dengan Bulan Oktober Tahun 2012 (year to date/ytd) mengalami inflasi sebesar 6,13 persen. Dari Bulan Januari sampai dengan  Bulan Oktober 2012 inflasi Kota Bandung mencapai 3,93 persen, lebih tinggi dari angka inflasi tahun 2011. Sampai dengan Bulan Oktober, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok komoditi makanan jadi (7,74%) dan kelompok komoditi bahan makanan (6,13%). Tingginya inflasi kedua kelompok komoditi ini sebagai dampak dari meningkatnya permintaan masyarakat untuk pemenuhan konsumsi pada Bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Kondisi ini memang sudah terjadi berulang hampir setiap tahun, dimana ketika terdapat hari raya maka pada bulan tersebut akan terjadi inflasi khususnya untuk komoditi bahan makanan, makanan jadi, serta sandang. Jika dilihat penyebab terjadinya inflasi pada hari raya ternyata tidak semata-mata karena meningkatnya permintaan dan terbatasnya penyediaan, juga disebabkan adanya efek psikologis dari berbagai pihak pada bulan-bulan ini. Dari sisi pembeli, ada kecenderungan untuk meningkatkan permintaan komoditi, karena konsumsi pada Bulan Ramadhan biasanya lebih “diada-adakan” atau over konsumsi. Sedangkan dari sisi penjual (produsen) kecenderungannya karena permintaan masyarakat sudah dipastikan akan meningkat maka dilakukan peningkatan harga, karena biasanya walaupun harga naik pasti akan tetap dibeli oleh masyarakat.  

Terlepas dari penyebab inflasi karena meningkatnya permintaan atau efek psikologis tersebut, bagi Kota Bandung terjadi inflasi yang cukup tinggi untuk kelompok komoditi bahan makanan perlu menjadi perhatian serius. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian terdahulu (Pengawasan Distribusi Barang dan Jasa di Kota Bandung Tahun 2009) sebagian besar, bahkan lebih dari 90 persen komoditi bahan makanan untuk pemenuhan konsumsi masyarakat Kota Bandung berasal dari luar Kota Bandung.
Untuk memantau dan mengendalikan laju inflasi yang terjadi di Kota Bandung perlu diperhatikan juga andil inflasi dari masing-masing kelompok komoditi maupun komoditi. Andil inflasi merupakan besarnya sumbangan kenaikan harga dari komoditi tersebut dalam terjadinya inflasi. Inflasi Januari – Oktober Tahun 2012 sebagian besar disumbang oleh kelompok makanan jadi. Kelompok makanan jadi memberikan andil inflasi sebesar 0,31 persen.Adapun pada inflasi Oktober 2012 ini kelompok bahan makanan memberikan andil bagi terjadinya deflasi, dimana andil inflasinya minus 0,.01 persen. Kelompok bahan makanan memberikan andil inflasi yang cukup besar pada Bulan Juli, yaitu mencapai 0,81 persen. Kondisi ini sebagai dampak meningkatnya permintaan kelompok bahan makanan pada Bulan Ramadhan sehingga memberikan andil yang cukup besar dalam inflasi umum Buulan Januari – Juli 2012.

Jika dirinci menurut komoditi maka komoditi yang memberikan andil paling besar dalam inflasi Bulan Januari – Oktober 2012 adalah komoditi mie, yaitu mencapai 0,17 persen. Grafik 5 menunjukkan andil inflasi terbesar dari komoditi-komoditi penyumbang inflasi Bulan Januari – Oktober 2012.

Berdasarkan ulasan di atas, maka untuk Kota Bandung dalam upaya pengendalian inflasi yang perlu dilakukan adalah melakukan pemantauan dan pengawasan khususnya untuk kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Sebagaimana diketahui kelompok bahan makanan untuk pemenuhan konsumsi masyarakat Kota Bandung sebagian besar berasal dari impor. Maka perlu pemantauan khusus terkait jalur distribusi komoditi dari produsen hingga ke konsumen sehingga ketersediannya aman di pasar.

Bandung (kembali) diguyur hujan

Bandung kembali diguyur hujan, siang ini dari lantai 5 gedung kantor,...... menikmati hujan yang derasnya luar biasa... kilat, petir, gel...