Sabtu, 11 Mei 2013

Sensus dan Masa Depan Pertanian



Fenomena kenaikan harga beberapa komoditas hasil pertanian seperti daging sapi, bawang merah, bawang putih, dan cabe merah beberapa waktu lalu cukup menyita perhatian hampir seluruh lapisan masyarakat. Bagaimana tidak, diawali dengan kelangkaan komoditas tersebut di pasar, dilanjutkan dengan melonjaknya harga hingga berkali-kali lipat hanya dalam hitungan hari. Biasanya, fenomena inflasi (-kenaikan harga umum secara terus-menerus) ini terjadi ketika menjelang hari raya dimana jumlah permintaan lebih tinggi dari biasanya (selain psikologis hari raya dimana harga kebutuhan pokok menjadi naik). Namun dalam beberapa bulan terakhir ini terjadi lonjakan yang sangat tinggi terutama sub kelompok komoditas daging (daging sapi di akhir hingga awal tahun) dan sub kelompok komoidas bumbu-bumbuan (bawang merah, bawang putih, dan cabe merah).Ya, andil kelompok komoditas bahan makanan dalam menyumbang inflasi cukup besar dibandingkan komoditas pembentuk inflasi yang lain.  Tren pergerakan kenaikan harga kelompok bahan makanan jika dibandingkan dengan kelompok umum (rata-rata komoditas pembentuk inflasi) dapat dilihat pada grafik 1.









Banyak ahli mensinyalir bahwa kenaikan harga yang sangat tinggi pada beberapa komoditas ini sebagai dampak dari adanya pembatasan impor terhadap 20 komoditas hasil pertanian. Kebijakan pemerintah ini dinilai beberapa kalangan “kurang tepat” untuk dilakukan saat ini sehingga menimbulkan gejolak harga di masyarakat. Ketika kebijakan kembali “disalahkan”, seringkali pemerintah pun “mengalah” dengan kembali membuka keran impor beberapa komoditas hasil pertanian, walaupun harga tidak serta- merta  turun. Kebijakan impor pun kembali “dinilai” kurang tepat, ketika produksi nasional melimpah, seperti halnya pada musim panen.
Kondisi seperti ini kiranya tidak akan terjadi jika kebijakan yang diambil berdasarkan pada data yang akurat. Secara sederhana, ketika diketahui berapa jumlah produksi nasional dan berapa kebutuhan konsumsi suatu komoditas (baik konsumsi industri maupun konsumsi masyarakat) maka dapat ditentukan berapa besaran impor untuk pemenuhan konsumsi komoditas tersebut, disamping tetap memperhatikan kapan masa panen dan perencanaan masa tanam. Namun tentu saja ternyata untuk memperoleh data yang akurat tidak sesederhana itu. Perlu proses dan mekanisme, sehingga data yang akurat dan valid sesuai kondisi lapangan dapat diperoleh. Salah satu basis data pertanian yang komprehensif dengan skala nasional dan mencakup semua kegiatan pertanian adalah data hasil sensus pertanian. Sensus pertanian di Indonesia yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali pada tahun berakhiran 3 (tiga) diharapkan dapat memberikan gambaran secara aktual mengenai kondisi pertanian di Indonesia. Hasil sensus ini diharapkan dapat  menjadi basis data dalam perencanaan pembangunan pertanian di masa mendatang.

Sensus Pertanian 2013
Sensus Pertanian 2013 atau biasa disingkat menjadi ST2013 di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Sensus pertanian pertama kali dilaksanakan pada tahun 1963 dan tahun ini adalah pelaksanaan sensus pertanian yang keenam. Tahun ini, yaitu pada bulan Mei 2013 adalah puncak dari kegiatan sensus pertanian di Indonesia dimana akan dilakukan pencacahan lengkap seluruh usaha pertanian.   Yang dicakup dalam ST2013 kali ini adalah seluruh sektor pertanian, yaitu : (1) tanaman pangan, (2) hortikultura, (3) perkebunan, (4) peternakan, (5) perikanan, dan (6) kehutanan.
Pencacahan (pendataan) ST2013 mencakup seluruh usaha pertanian, baik pada rumah tangga biasa, perusahaan berbadan hukum, maupun selain rumah tangga biasa dan selain perusahaan berbadan hukum (seperti: usaha pertanian di pesantren/seminari, lembaga pemasyarakatan, barak militer, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT)). Pencacahan dilakukan secara nasional di seluruh wilayah Indonesia, sehingga data yang dihasilkan bersifat komprehensif.  Tahapan yang dilakukan pada puncak kegiatan bulan Mei 2013 ini adalah tahap pemutakhiran dan pencacahan lengkap. Adapun tahan selanjutnya seperti survei pendapatan rumah tangga pertanian dan survei sub sektor dilaksanakan pada bulan November 2013 dan tahun 2014. Adapun metodologi pencacahan dilakukan secara door to door untuk wilayah konsentrasi (potensi rumah tangga pertanian berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010)  dan snowball untuk wilayah yang non konsentrasi. Berdasarkan kedua metodologi pencacahan ini maka gambaran kondisi pertanian di Indonesia secara aktual dapat diperoleh.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa melalui kegiatan sensus pertanian dapat diperoleh gambaran aktual mengenai kondisi pertanian di Indonesia. Adapun secara umum tujuan dilaksanakannya ST2013 adalah : (1) mendapatkan data statistik pertanian yang lengkap dan akurat supaya diperoleh gambaran yang jelas tentang pertanian di Indonesia, (2) mendapatkan kerangka sampel (sampling frame) yang dapat dijadikan landasan pengambilan sampel untuk survei-survei di sektor pertanian, (3) memperoleh berbagai informasi tentang populasi usaha pertanian, rumah tangga petani gurem, jumlah pohon dan ternak, distribusi penguasaan dan pengusahaan lahan menurut golongan luas, dan sebagainya, (4) hasil pencacahan lengkap ST2013 juga akan digunakan sebagai angka patokan (benchmarks) untuk survei-survei di sektor pertanian.
Ya, tidak hanya gambaran yang lengkap dan jelas mengenai kondisi pertanian di Indonesia, melalui sensus ini dapat diperoleh informasi penting terkait data-data dasar bagi perencanaan kebijakan pertanian. Informasi populasi usaha pertanian, dengan diketahuinya berapa populasi usaha pertanian yang mencakup seluruh sektor pertanian maka kita dapat mengetahui berapa kemampuan produksi nasional,  selain jumlah populasi usahanya. Berdasarkan data ini, ke depannya dapat diketahui sektor pertanian mana yang produksinya (melalui populasi unit usaha) dapat mencukupi kebutuhan nasional, sektor mana yang harus disupply dari luar negeri untuk pemenuhan konsumsi masyarakat,   dan sektor pertanian mana yang tingkat produksinya melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat sehingga dapat di ekspor ke luar negeri. Seperti halnya ketika impor dibatasi untuk komoditas bawang merah dan bawang putih yang beberapa bulan terakhir mengalami inflasi cukup tinggi, apakah sebetulnya jumlah usaha tani bawang merah dan bawang putih dengan tingkat produksinya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi nasional?
 Kemudian informasi rumah tangga petani gurem, melalui data ini kiranya kebijakan dan program pemerintah terkait upaya pengentasan kemiskinan melalui peningkatkan kemampuan ekonomi dan pemberdayaan petani gurem dapat lebih tepat sasaran. Hal ini penting untuk dilakukan karena jumlah rumah tangga petani gurem yang cenderung meningkat, dimana petani gurem yang  menguasai/mengerjakan lahan yang relatif sempit, cenderung miskin, karena biasanya usaha tani yang dijalankannya berada di bawah skala ekonomi, tidak mampu bersaing dengan produk luar, sehingga pendapatan rumah tangganya pun berada di bawah rata-rata. Padahal sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki arti strategis dalam perekonomian Indonesia. Maka, data rumah tangga petani gurem menjadi strategis pula untuk perencanaan kebijakan pertanian masa mendatang dalam upaya peningkatan ekonomi masyarakat.
Informasi jumlah pohon dan ternak. Informasi jumlah pohon, baik komoditas sektor hortikultura, perkebunan, maupun kehutanan penting untuk mengetahui kemampuan produksi nasional terhadap komoditas-komoditas tersebut. Misalnya, salah satu komoditas hortikultura adalah buah-buahan, dengan diketahui berapa jumlah pohon buah-buahan yang ada, berapa jumlah pohon yang sudah berproduksi, berapa yang belum berproduksi maka tingkat produksi nasional dapat diperoleh. Maka ketika dikaitkan dengan tingkat konsumsi masyarakat akan komoditas buah-buahan ini kiranya penentuan kebijakan pembatasan impor apakah perlu untuk dilakukan. Demikian halnya ketika akhir tahun lalu terjadi lonjakan harga yang cukup tinggi pada komoditas daging sapi, kembali dipertanyakan sebetulnya berapa kemampuan produksi daging sapi nasional, berapa jumlah ternak yang ada, sehingga konsumsi masyarakat dapat terpenuhi.
Uraian di atas adalah hanya sebagian kecil manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan sensus pertanian tahun ini. Tentu, pelaksanaan sensus pertanian 2013 ini tidak mudah. Hal ini merupakan tugas berat bagi BPS selaku badan yang berkewajiban melaksanakan sensus sesuai Undang-Undang. Kredibilitas BPS selaku pelopor data statistik terpercaya untuk semua kembali dipertaruhkan. Perlu kerja keras dan kerja sama dari berbagai pihak. Tidak hanya pegawai organik BPS, petugas pencacah di lapangan, namun juga perlu dukungan dan partisipasi dari seluruh stakeholders yang ada, baik pemerintah, tokoh masyarakat, dan tentu saja pelaku usaha pertanian itu sendiri. Dukungan dari pelaku usaha pertanian, baik rumah tangga pertanian, perusahaan berbadan hukum, pesantren, asrama, lembaga yang mengelola usaha pertanian, sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan ST2013 di Indonesia. Dukungan dengan memberikan jawaban yang sebenarnya terkait dengan usaha pertanian yang dilakukan akan mendukung dalam upaya diperolehnya data statistik pertanian yang akurat.  Data statistik pertanian yang akurat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian di masa mendatang.
Mari kita dukung Sensus Pertanian 2013 untuk masa depan bangsa. Anda pengelola usaha pertanian? Pastikan Anda Dihitung!!


Dimuat di HU Pikiran Rakyat, 11 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bandung (kembali) diguyur hujan

Bandung kembali diguyur hujan, siang ini dari lantai 5 gedung kantor,...... menikmati hujan yang derasnya luar biasa... kilat, petir, gel...