Peti
mati dan lokasi pemakaman Tarsisius Sarbini sudah disiapkan. Kondisi
pria 61 tahun itu memburuk akibat penyakit jantung koroner. Dokter menawarkan operasi by pass untuk mengatasi pencabut nyawa nomor wahid itu, tetapi keluarga menolak.
Bagi pasangan Tarsisius Sarbini dan Sri
Subekti yang berprofesi guru, biaya operasi Rp150-juta itu sangat mahal.
‘Jika rumah saya jual juga tak menyelesaikan masalah. Saya tak mau
menyengsarakan anak-istri,’ kata Sarbini yang merokok sejak 1970 dan
menghabiskan 3 bungkus setiap hari mulai 1985 hingga 1995. Apalagi
menurut dokter yang merawat peluang sembuh setelah operasi hanya 50%.
Dalam kondisi pasrah itu sebuah peti mati pun disiapkan.
Tak ada pilihan lain bagi Sri Subekti
selain harus membawa suami kembali ke rumah. Pada 5 September 2005 itu
mereka meninggalkan rumahsakit di Bandung dan pulang ke Depok, Jawa
Barat. Pria kelahiran Banyumas, Jawa Tengah, 14 Maret 1944 itu hanya
terbaring. Seluruh aktivitasnya dilangsungkan di atas tempat tidur.
Keluarga bagai menanti dentang lonceng kematian Sarbini.
Pertahanan kota
Jauh sebelum disarankan operasi, Sarbini
berupaya keras mencari kesembuhan. Ia mengkonsumsi beragam herbal.
Sekadar menyebut contoh ia rutin minum segelas rebusan daun keluwih
Artocarpus altilis. Lama konsumsi 3 bulan, belum juga membawa perubahan.
Ia juga disiplin menelan 9 jenis obat yang diresepkan dokter 3 kali
sehari, tetapi 7 sumbatan di jantung belum juga teratasi.
Beberapa hari setelah tiba di rumah, H Anwar, orangtua dari murid yang ia didik, menyodorkan propolis
Sarbini pun patuh dan mengkonsumsi propolis 3 kali sehari. Tiga jenis
obat dari dokter – sama dengan yang di konsumsi sebelumnya – ia telan 1
jam setelah menelan propolis. Sepekan berselang, pria 65 tahun itu merasakan khasiatnya. ‘Saya bisa berjalan 5 meter dan mengangkat gayung,’ kata Sarbini.
Itu kemajuan luar biasa. Sebelumnya,
jangankan berjalan, bangkit dari tidur pun ia tak mampu. Dada yang
semula sakit seperti ditusuk-tusuk pisau, intensitasnya kian berkurang.
Keruan saja istri dan keluarganya senang bukan kepalang. Sebulan
kemudian ia merasa sangat bugar. Saat ditemui Trubus di rumahnya pada 16 Desember 2009, Sarbini tampak gagah.
Aktivitasnya jalan sehat ketika pagi dan
mengajar pada siang hingga sore hari. Singkat kata keluhan-keluhan yang
dulu ia rasakan, hilang sama sekali. Kesembuhannya memang belum ia
buktikan melalui pemeriksaan medis. Setelah kondisinya membaik, 4 tahun
terakhir Sarbini belum memeriksakan jantung lantaran biaya relatif
mahal, mencapai Rp25-juta.
Menurut dr Robert Hatibi di Jakarta
sembuhnya Sarbini dari penyumbatan pembuluh darah jantung karena
kemampuan propolis mengikat radikal bebas sehingga sumbatan terkikis.
Sumbatan itu akibat nikotin dalam rokok yang menebalkan dinding pembuluh
darah di jantung. Selain mengikis, ‘Propolis juga menjaga kemudian mempertahankan elastisitas dan daya kapilaritas aorta serta vena jantung,’ kata Hatibi.
Mumi
Propolis yang dikonsumsi Sarbini merupakan produk yang dihasilkan lebah. Spesies yang banyak diternakkan adalah Apis cerana dan Apis mellifera. Propolis berbeda dengan madu, produk utama lebah. Madu terdapat di dalam sarang heksagonal; propolis di luar sarang. Pada sarang buatan berupa kotak kayu, lebah-lebah pekerja meletakkan propolis di celah antarpapan, bingkai, atau tutup sarang.
Ir Hotnida CH Siregar MSi, ahli lebah dari Institut Pertanian Bogor mengatakan lebah pekerja mengolah propolis
dari berbagai bahan seperti pucuk daun, getah tumbuhan, dan kulit
beragam tumbuhan seperti akasia dan pinus. Menurut Dolok Tinanda Haposan
Sihombing, ahli lebah dari Institut Pertanian Bogor, propolis merupakan bahan campuran kompleks terdiri atas malam, resin, balsam, minyak, dan polen.
Kata propolis berasal
dari bahasa Yunani: pro berarti sebelum, polis bermakna kota. Kota dalam
kehidupan serangga sosial itu adalah sarang. Secara harfiah propolis bermakna sebelum sampai kota. Bagi lebah propolis
bermanfaat menambal celah-celah sarang, menutup lubang, dan
mensterilkan sarang. ‘Kota’ lebah selalu dalam kondisi steril berkat propolis.
Hotnida mengatakan fungsi propolis lain
adalah membungkus atau memumikan bangkai hama yang masuk ke sarang
lebah. Dengan demikian propolis menghentikan
pertumbuhan dan penyebaran bakteri, cendawan, dan virus sehingga
penyakit tak tersebar dan sarang tetap steril. Hama yang dibungkus
dengan propolis pun menjadi awet dan tak busuk lantaran
propolis bersifat antibakteri. Metode itulah yang ditiru oleh nenek
moyang bangsa Mesir untuk mengawetkan jenazah.
Menurut Ir Bambang Soekartiko, pemilik
Bina Apiari, kualitas propolis tergantung dari sumber tanaman dan proses
pembuatan. Tanaman sumber propolis di negara subtropis
seperti Bulgaria, Korea, dan Rusia adalah pohon poplar Populus sp.
Brasil mempunyai Bacharis dracunculifolia dan Dalbergia sp masing-masing
sebagai sumber propolis hijau dan merah yang mempunyai bioflavonoid
tinggi. Brasil sohor sebagai negara utama produsen propolis di dunia.
Produknya yang terkenal adalah propolis
hijau bermutu tinggi karena kandungan bioflavonoid yang tinggi.
Flavonoid merupakan komponen tumbuhan yang bersifat sebagai bahan-bahan
anticendawan, antibakteri, antivirus, antioksidan, dan antiinflamasi.
‘Di Indonesia belum ada penelitian jenis tanaman sumber propolis yang
kandungan bioflavonoid tinggi,’ kata Soekartiko (baca: Rahasia dalam Sebuah Sarang halaman 25).
Kotoran?
Warna propolis beragam, meski pada umumnya cokelat gelap. Namun, kadang-kadang ditemukan juga propolis berwarna hijau, merah, hitam, bahkan putih tergantung dari sumber resin. Produksi propolis
relatif kecil, 20 gram setahun dari 200.000 lebah. Karena warnanya yang
cenderung gelap itulah banyak peternak lebah menganggap propolis
sebagai kotoran.
Apalagi para peternak itu juga belum mengetahui khasiat propolis. Oleh karena itu mereka justru membuang propolis dari sarang karena menganggap kotor. Padahal, untuk memanen propolis,
relatif mudah. Peternak mengerok secara hati-hati dan mengekstraknya
(baca: Kuncinya pada Pelarut halaman 20). Nah, karena jarang dilirik
peternak, maka penggunaan propolis untuk kesehatan kalah populer
ketimbang produk lebah lain seperti madu dan royal jeli. Peternak lebah
di Amerika Serikat juga menganggap propolis sebagai bahan pengganggu. Propolis melekat di tangan, pakaian, dan sepatu ketika cuaca panas serta berubah keras dan berkerak ketika dingin.
Padahal, harga propolis jauh lebih mahal
daripada madu. Saat ini di Indonesia harga propolis di tingkat peternak
mencapai Rp700.000; madu, Rp35.000 per kg. Baru pada akhir 1990-an propolis
dilirik sebagai bahan berkhasiat ketika Jepang meriset lem lebah untuk
kesehatan. Takagi Y dari Sekolah Kesehatan Universitas Suzuka
membuktikan keampuhan propolis meningkatkan sistem
imunitas tubuh. Riset lain dari University of Japan membuktikan bahwa
propolis mengurangi risiko sakit gigi. Dari pembuktian ilmiah itulah
penggunaan propolis sohor di Jepang.
Riset ilmiah
Seiring dengan tren pemanfaatan propolis,
para periset menguji ilmiah lem lebah itu. Dra Mulyati Sarto MSi,
peneliti di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, membuktikan bahwa propolis sangat aman dikonsumsi. Dalam uji praklinis, Mulyati membuktikan LD50 propolis mencapai lebih dari 10.000 mg. LD50 adalah lethal dosage alias dosis yang mematikan separuh hewan percobaan.
Jika dikonversi, dosis itu setara 7 ons sekali konsumsi untuk manusia berbobot 70 kg. Faktanya, dosis konsumsi propolis
di masyarakat amat rendah, hanya 1 – 2 tetes dalam segelas air minum.
Dosis penggunaan lain pun hanya 1 sendok makan dilarutkan dalam 50 ml
air.
‘Tingkat toksisitas propolis
sangat rendah, jika tak boleh dibilang tidak toksik,’ kata Mulyati.
Bagaimana efek konsumsi dalam jangka panjang? Master Biologi alumnus
Universitas Gadjah Mada itu juga menguji toksisitas subkronik. Hasilnya
konsumsi propolis dalam jangka panjang tak menimbulkan
kerusakan pada darah, organ hati, dan ginjal. Dua uji ilmiah itu –
toksisitas akut dan toksisitas subkronik – membuktikan bahan suplemen
purba itu sangat aman dikonsumsi.
Propolis itu pula yang dikonsumsi Evie Sri, kepala Sekolah Dasar Negeri Kertajaya 4 Surabaya, untuk mengatasi kanker payudara stadium IV. Evie akhirnya sembuh dari penyakit mematikan itu. Kesembuhannya selaras dengan riset Prof Dr Mustofa MKes,
peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, yang meriset
in vitro propolis sebagai antikanker. Sang guru besar menggunakan sel
HeLa dan Siha – keduanya sel kanker serviks – serta T47D dan MCF7 (sel
kanker payudara).
Selain itu ia juga menguji in vivo pada
mencit yang diinduksi 20 mg dimethilbenz(a)anthracene (DMBA), senyawa
karsinogenik pemicu sel kanker. Frekuensi pemberian 2 kali sepekan
selama 5 minggu. Hasil riset menunjukkan propolis mempunyai efek
sitotoksik pada sel kanker. Nilai IC50 pada uji in vitro mencapai 20 – 41 μg/ml. IC50 adalah inhibition consentration alias konsentrasi penghambatan propolis terhadap sel kanker.
Untuk menghambat separuh sel uji coba,
hanya perlu 20 – 41 μg/ml. Angka itu setara 0,02 – 0,041 ppm. Bandingkan
dengan tokoferol yang paling top sebagai antioksidan. Nilai IC50
tokoferol cuma 4 – 8 ppm. Artinya ntuk menghambat radikal bebas dengan
propolis perlu lebih sedikit dosis ketimbang tokoferol. Dengan kata lain
nilai antioksidan propolis jauh lebih besar daripada tokoferol.
Pada uji in vivo, propolis
berefek antiproliferasi. Proliferasi adalah pertumbuhan sel kanker yang
tak terkendali sehingga berhasil membentuk kelompok. Dari kelompok itu
muncul sel yang lepas dari induknya dan hidup mandiri dengan ‘merantau’
ke jaringan lain. Antiproliferasi berarti propolis mampu menghambat pertumbuhan sel kanker.
‘Terjadi penurunan volume dan jumlah nodul kanker pada tikus yang diberi 0,3 ml dan 1,2 ml propolis,’ ujar dr Woro Rukmi Pratiwi MKes, SpPD, anggota tim riset. Dalam penelitian itu belum diketahui senyawa aktif dalam propolis
yang bersifat antikanker. Namun, menurut dr Ivan Hoesada di Semarang,
Jawa Tengah, senyawa yang bersifat antikanker adalah asam caffeat
fenetil ester.
Terpadu
Banyak bukti empiris yang menunjukkan penderita-penderita penyakit maut sembuh setelah konsumsi propolis.
‘Penyakitnya berat yang dokter spesialis sudah pasrah,’ kata dr Ivan.
Sekadar menyebut beberapa contoh adalah Siti Latifah yang mengidap
stroke, Wiwik Sudarwati (gagal ginja), dan Rohaya (diabetes mellitus).
Menurut dr Hafuan Lutfie MBA mekanisme kerja propolis sangat terpadu. Dalam menghadapi sel kanker, misalnya, propolis bersifat antiinflamasi alias antiperadangan dan anastesi atau mengurangi rasa sakit.
Yang lebih penting propolis menstimuli
daya tahan tubuh. ‘Tubuh diberdayakan agar imunitas bekerja sehingga
mampu memerangi penyakit,’ kata Lutfie, dokter alumnus Universitas
Sriwjaya. Kemampuan propolis meningkatkan daya tahan
tubuh disebut imunomodulator. Dr dr Eko Budi Koendhori MKes dari
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga membuktikan peningkatan
kekebalan tubuh tikus yang diberi propolis. Biasanya
infeksi Mycobacterium tuberculosis – bakteri penyebab tuberkulosis (TB) –
menurunkan kekebalan tubuh dengan indikasi anjloknya interferon gamma
dan meningkatkan interleukin 10 dan TGF. Interferon gamma adalah senyawa
yang diproduksi oleh sel imun atau sel T yang mengaktifkan sel makrofag
untuk membunuh kuman TB. Interleukin dan TGF merupakan senyawa
penghambat interferon gamma.
Doktor ahli tuberkulosis itu membuktikan
interferon gamma tikus yang diberi propolis cenderung meningkat hingga
pekan ke-12. Sebaliknya interleukin 10 justru tak menunjukkan perbedaan
bermakna. ‘Pemberian propolis pada mencit yang
terinfeksi TB mampu mengurangi kerusakan pada paru-paru dengan cara
meningkatkan sistem imun tubuh,’ kata dr Eko.
(Sardi Duryatmo/Peliput: Argohartono, Nesia Artdiyasa, & Tri Susanti)
dicopas dari http://www.binaapiari.com, Sumber:http://www.trubus-online.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar