Fenomena
kenaikan harga beberapa komoditas hasil pertanian seperti daging sapi, bawang
merah, bawang putih, dan cabe merah beberapa waktu lalu cukup menyita perhatian
hampir seluruh lapisan masyarakat. Bagaimana tidak, diawali dengan kelangkaan
komoditas tersebut di pasar, dilanjutkan dengan melonjaknya harga hingga
berkali-kali lipat hanya dalam hitungan hari. Biasanya, fenomena inflasi (-kenaikan harga umum secara
terus-menerus) ini terjadi ketika menjelang hari raya dimana jumlah permintaan
lebih tinggi dari biasanya (selain psikologis hari raya dimana harga kebutuhan
pokok menjadi naik). Namun dalam beberapa bulan terakhir ini terjadi lonjakan
yang sangat tinggi terutama sub kelompok komoditas daging (daging sapi di akhir
hingga awal tahun) dan sub kelompok komoidas bumbu-bumbuan (bawang merah, bawang
putih, dan cabe merah).Ya, andil kelompok komoditas bahan makanan dalam
menyumbang inflasi cukup besar dibandingkan komoditas pembentuk inflasi yang
lain. Tren pergerakan kenaikan harga
kelompok bahan makanan jika dibandingkan dengan kelompok umum (rata-rata komoditas
pembentuk inflasi) dapat dilihat pada grafik 1.
Banyak
ahli mensinyalir bahwa kenaikan harga yang sangat tinggi pada beberapa
komoditas ini sebagai dampak dari adanya pembatasan impor terhadap 20 komoditas
hasil pertanian. Kebijakan pemerintah ini dinilai beberapa kalangan “kurang
tepat” untuk dilakukan saat ini sehingga menimbulkan gejolak harga di
masyarakat. Ketika kebijakan kembali “disalahkan”, seringkali pemerintah pun
“mengalah” dengan kembali membuka keran impor beberapa komoditas hasil
pertanian, walaupun harga tidak serta- merta
turun. Kebijakan impor pun kembali “dinilai” kurang tepat, ketika
produksi nasional melimpah, seperti halnya pada musim panen.
Kondisi
seperti ini kiranya tidak akan terjadi jika kebijakan yang diambil berdasarkan
pada data yang akurat. Secara sederhana, ketika diketahui berapa jumlah
produksi nasional dan berapa kebutuhan konsumsi suatu komoditas (baik konsumsi
industri maupun konsumsi masyarakat) maka dapat ditentukan berapa besaran impor
untuk pemenuhan konsumsi komoditas tersebut, disamping tetap memperhatikan
kapan masa panen dan perencanaan masa tanam. Namun tentu saja ternyata untuk
memperoleh data yang akurat tidak sesederhana itu. Perlu proses dan mekanisme,
sehingga data yang akurat dan valid sesuai kondisi lapangan dapat diperoleh.
Salah satu basis data pertanian yang komprehensif dengan skala nasional dan
mencakup semua kegiatan pertanian adalah data hasil sensus pertanian. Sensus
pertanian di Indonesia yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali pada tahun
berakhiran 3 (tiga) diharapkan dapat memberikan gambaran secara aktual mengenai
kondisi pertanian di Indonesia. Hasil sensus ini diharapkan dapat menjadi basis data dalam perencanaan
pembangunan pertanian di masa mendatang.
Sensus Pertanian 2013
Sensus
Pertanian 2013 atau biasa disingkat menjadi ST2013 di Indonesia dilaksanakan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 16
Tahun 1997 tentang Statistik. Sensus pertanian pertama kali dilaksanakan pada
tahun 1963 dan tahun ini adalah pelaksanaan sensus pertanian yang keenam. Tahun
ini, yaitu pada bulan Mei 2013 adalah puncak dari kegiatan sensus pertanian di
Indonesia dimana akan dilakukan pencacahan lengkap seluruh usaha pertanian. Yang
dicakup dalam ST2013 kali ini adalah seluruh sektor pertanian, yaitu : (1)
tanaman pangan, (2) hortikultura, (3) perkebunan, (4) peternakan, (5)
perikanan, dan (6) kehutanan.
Pencacahan (pendataan)
ST2013 mencakup seluruh usaha pertanian, baik pada rumah tangga
biasa, perusahaan berbadan hukum, maupun selain rumah tangga biasa dan selain
perusahaan berbadan hukum (seperti: usaha pertanian di pesantren/seminari,
lembaga pemasyarakatan, barak militer, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT)). Pencacahan dilakukan secara nasional di
seluruh wilayah Indonesia, sehingga data yang dihasilkan bersifat
komprehensif. Tahapan yang dilakukan
pada puncak kegiatan bulan Mei 2013 ini adalah tahap pemutakhiran dan
pencacahan lengkap. Adapun tahan selanjutnya seperti survei pendapatan rumah
tangga pertanian dan survei sub sektor dilaksanakan pada bulan November 2013
dan tahun 2014. Adapun metodologi pencacahan dilakukan secara door to door untuk wilayah konsentrasi
(potensi rumah tangga pertanian berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010) dan snowball
untuk wilayah yang non konsentrasi. Berdasarkan kedua metodologi pencacahan
ini maka gambaran kondisi pertanian di Indonesia secara aktual dapat diperoleh.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa melalui
kegiatan sensus pertanian dapat diperoleh gambaran aktual mengenai kondisi
pertanian di Indonesia. Adapun secara umum tujuan dilaksanakannya ST2013 adalah
: (1) mendapatkan data statistik pertanian yang lengkap dan
akurat supaya diperoleh gambaran yang jelas tentang pertanian di Indonesia, (2) mendapatkan kerangka sampel (sampling frame) yang dapat dijadikan
landasan pengambilan sampel untuk survei-survei di sektor pertanian, (3) memperoleh berbagai informasi tentang
populasi usaha pertanian, rumah tangga petani gurem, jumlah pohon dan ternak,
distribusi penguasaan dan pengusahaan lahan menurut golongan luas, dan
sebagainya, (4) hasil pencacahan lengkap
ST2013 juga akan digunakan sebagai angka patokan (benchmarks) untuk
survei-survei di sektor pertanian.
Ya, tidak hanya
gambaran yang lengkap dan jelas mengenai kondisi pertanian di Indonesia,
melalui sensus ini dapat diperoleh informasi penting terkait data-data dasar
bagi perencanaan kebijakan pertanian. Informasi populasi usaha pertanian,
dengan diketahuinya berapa populasi usaha pertanian yang mencakup seluruh
sektor pertanian maka kita dapat mengetahui berapa kemampuan produksi nasional, selain jumlah populasi usahanya. Berdasarkan
data ini, ke depannya dapat diketahui sektor pertanian mana yang produksinya
(melalui populasi unit usaha) dapat mencukupi kebutuhan nasional, sektor mana
yang harus disupply dari luar negeri
untuk pemenuhan konsumsi masyarakat, dan
sektor pertanian mana yang tingkat produksinya melebihi kebutuhan konsumsi
masyarakat sehingga dapat di ekspor ke luar negeri. Seperti halnya ketika impor
dibatasi untuk komoditas bawang merah dan bawang putih yang beberapa bulan
terakhir mengalami inflasi cukup tinggi, apakah sebetulnya jumlah usaha tani
bawang merah dan bawang putih dengan tingkat produksinya mampu memenuhi
kebutuhan konsumsi nasional?
Kemudian informasi rumah tangga petani gurem,
melalui data ini kiranya kebijakan dan program pemerintah terkait upaya
pengentasan kemiskinan melalui peningkatkan kemampuan ekonomi dan pemberdayaan
petani gurem dapat lebih tepat sasaran. Hal ini penting untuk dilakukan karena
jumlah rumah tangga petani gurem yang cenderung meningkat, dimana petani gurem
yang menguasai/mengerjakan lahan yang
relatif sempit, cenderung miskin, karena biasanya usaha tani yang dijalankannya
berada di bawah skala ekonomi, tidak mampu bersaing dengan produk luar,
sehingga pendapatan rumah tangganya pun berada di bawah rata-rata. Padahal
sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki arti strategis dalam
perekonomian Indonesia. Maka, data rumah tangga petani gurem menjadi strategis
pula untuk perencanaan kebijakan pertanian masa mendatang dalam upaya peningkatan
ekonomi masyarakat.
Informasi jumlah pohon
dan ternak. Informasi jumlah pohon, baik komoditas
sektor hortikultura, perkebunan, maupun kehutanan penting untuk mengetahui
kemampuan produksi nasional terhadap komoditas-komoditas tersebut. Misalnya, salah
satu komoditas hortikultura adalah buah-buahan, dengan diketahui berapa jumlah
pohon buah-buahan yang ada, berapa jumlah pohon yang sudah berproduksi, berapa
yang belum berproduksi maka tingkat produksi nasional dapat diperoleh. Maka
ketika dikaitkan dengan tingkat konsumsi masyarakat akan komoditas buah-buahan
ini kiranya penentuan kebijakan pembatasan impor apakah perlu untuk dilakukan. Demikian
halnya ketika akhir tahun lalu terjadi lonjakan harga yang cukup tinggi pada
komoditas daging sapi, kembali dipertanyakan sebetulnya berapa kemampuan
produksi daging sapi nasional, berapa jumlah ternak yang ada, sehingga konsumsi
masyarakat dapat terpenuhi.
Uraian
di atas adalah hanya sebagian kecil manfaat yang dapat diperoleh dari
pelaksanaan sensus pertanian tahun ini. Tentu, pelaksanaan sensus pertanian
2013 ini tidak mudah. Hal ini merupakan tugas berat bagi BPS selaku badan yang
berkewajiban melaksanakan sensus sesuai Undang-Undang. Kredibilitas BPS selaku
pelopor data statistik terpercaya untuk semua kembali dipertaruhkan. Perlu
kerja keras dan kerja sama dari berbagai pihak. Tidak hanya pegawai organik
BPS, petugas pencacah di lapangan, namun juga perlu dukungan dan partisipasi
dari seluruh stakeholders yang ada,
baik pemerintah, tokoh masyarakat, dan tentu saja pelaku usaha pertanian itu
sendiri. Dukungan dari pelaku usaha pertanian, baik rumah tangga pertanian,
perusahaan berbadan hukum, pesantren, asrama, lembaga yang mengelola usaha
pertanian, sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan ST2013 di Indonesia.
Dukungan dengan memberikan jawaban yang sebenarnya terkait dengan usaha
pertanian yang dilakukan akan mendukung dalam upaya diperolehnya data statistik
pertanian yang akurat. Data statistik
pertanian yang akurat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian di masa
mendatang.
Mari
kita dukung Sensus Pertanian 2013 untuk masa depan bangsa. Anda pengelola usaha
pertanian? Pastikan Anda Dihitung!!
Dimuat di HU Pikiran Rakyat, 11 Mei 2013