http://female.kompas.com/read/2012/05/21/12242928/Jangan.Puas.dengan.Menjadi.Rata-rata.
KOMPAS.com - Kita sering terjebak dalam rutinitas
hidup dan pekerjaan, sehingga apa yang kita lakukan dan apa yang kita
upayakan, kerap tidak sempat kita evaluasi. Saat mendengar berita
kecelakaan pesawat, di mana mungkin ada teman atau sahabat kita di
dalamnya, atau menerima kabar duka yang memberitakan salah satu sahabat
atau kerabat tutup usia, tak jarang kita shock dan baru merasa punya waktu untuk berhenti sejenak, mendapatkan insights dan merefleksikan betapa berharganya kehidupan yang kita jalani.
Kita
sesungguhnya sangat sadar bahwa hidup kita memang sudah ada takarannya
dan suatu saat memang akan berhenti. Pertanyaannya, seberapa sering kita
memikirkan pentingnya kualitas hidup yang ingin kita jalani? Apakah
kita sungguh-sungguh menjalani hidup dan pekerjaan yang meaningful?
Apakah kita sempat mengecek bahwa kita tidak sekadar mengejar karier
dan uang, tetapi juga mengisi aspek kehidupan lain, baik itu emosional,
membangun hubungan antar manusia dengan baik, serta mengembangkan aspek
spiritual dalam hidup?
Beberapa teman, bila sedang berdiskusi
seputar masalah kualitas kehidupan, kadang berkomentar: “Kalau sudah
sibuk ‘cari makan’ mana sempat memikirkan kualitas hidup lagi?” Ya, kita
semua bisa merasakan betapa kehidupan makin kompleks, krisis datang
silih berganti, tantangan untuk mencapai target kerja terus ada di depan
mata, sehingga seolah kita tidak punya waktu atau energi untuk
melakukan hal-hal lain yang ingin kita lakukan.
Namun, apakah semua situasi itu akan menghalangi kita bersikeras untuk menjadi “a better person”?
Mungkinkah kita membiarkan diri kita melepas standar kualitas hidup dan
menjalani kehidupan kita dengan “pasrah” atau biasa-biasa saja? Pada
akhirnya, kita akan bertanya pada diri sendiri: “Apakah sebagai manusia
kita sudah berbuat optimal, mendalam, otentik, dan berenerji? Apakah
kita punya kemauan kuat untuk “jadi yang terbaik” dalam kehidupan kita
yang hanya satu-satunya ini?
Melihat gaya hidup teman atau kerabat
yang tutup usia secara tiba-tiba, kita bisa belajar bahwa hidup memang
perlu didesain. Hidup seperti apa yang ingin kita jalani? Bagaimana kita
ingin dikenang oleh orang saat kita tiada? “Warisan” apa yang ingin
kita tinggalkan? Legenda macam apa yang akan tinggalkan?
Olah pribadi
Kita
sering melihat banyak orang mengambil posisi “tengah” alias posisi
“aman”. Mereka tidak berusaha memperjuangkan ide dan pendapatnya
kuat-kuat, namun lebih memilih untuk menyenangkan semua pihak. Dalam
berprestasi, ada orang yang puas dengan menjadi “rata-rata”,
berorientasi pada penilaian pihak eksternal, sehingga tidak menuntut
dirinya untuk selalu mencapai titik terbaik. Padahal, seorang ahli
mengatakan: “Mediocrity isn't a quest to be pursued “. Kita tidak akan "jadi apa-apa" atau menciptakan apa-apa, bila selalu berada di posisi “so-so” atau merasa diri “sekadar” pegawai, “sekadar” manager, atau “sekadar” orang kecil.
Kita
tentu kagum bila mendengar ada petani di kampung yang bisa
menyekolahkan anak-anaknya hingga betul-betul sukses. Orang seperti ini,
tidak melihat dirinya “sekadar” petani, namun ia bisa melihat masa
depan sampai ke titik yang paling optimal.
Apapun posisi kita
dalam organisasi, kita sesungguhnya punya peran penting dan perlu bangga
dengan peran yang kita jalankan. Seorang arsitek, planner, desainer, sekretaris, dan trainer,
punya peran untuk menghasilkan ciptaan-ciptaan yang lebih efisien, baik
itu ide, buku, atau sistem yang bisa mempermudah hidup dan
pekerjaannya. Menjalankan peran dengan bangga dan “all out”-lah yang akan menciptakan happiness dan sekaligus meningkatkan kualitas hidup kita.
Ada
individu yang kerap merasa bahwa ia sudah mengembangkan diri dan
tinggal menjalankan hidup saja. Padahal, pribadi itu ibarat pensil.
Pensil yang baik akan bisa digunakan untuk menulis, namun
sebentar-sebentar perlu diasah. Pensil yang tumpul tidak bisa menulis
dengan baik, dan menjadi usang dan ditinggalkan bila tidak dipertajam.
Kita
pun, ibarat pensil, senantiasa perlu belajar mengasah ketrampilan dalam
hubungan sosial, menebalkan keyakinan, dan tidak boleh puas dengan
keadaan yang sudah dicapai. Individu yang mudah merasa puas, akan cepat
menunjukkan sikap dirinya selalu benar, “sok tahu” tanpa rasa ingin
memperbaiki diri.
Sebaliknya, orang yang berorientasi pada
kualitas hidup yang lebih baik, akan berusaha memperbaiki tutur katanya,
senantiasa mawas diri untuk memperbaiki hubungan baik, dan mencari
jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi dengan rendah hati tetapi
progresif. Kualitas hidup tidak bisa berhenti pada satu tingkat
tertentu, namun perlu terus diupayakan dari waktu ke waktu, sampai akhir
hayat kita.
Good living = good work
Kita
tidak akan bisa meningkatkan kualitas hidup tanpa meluangkan waktu untuk
melakukan evaluasi. Saringan evaluasi pertama adalah mengecek: "Apakah
hal yang kita kerjakan ini bisa meninggalkan value di masa
depan?" Saringan kedua adalah menguji: “Apakah apa yang kita lakukan
saat ini sudah optimal kualitasnya dan bisa dites ‘excellence’-nya?”
Saringan ketiga adalah memahami: “Apakah hal yang kita jalani ini
memang berasal dari diri kita dan mengangkat harkat kita sebagai
manusia?”
Bila kita menyaring tindakan kita dengan ketiga saringan
tadi, maka dengan sendirinya integritas yang sekarang
didengung-dengungkan orang pun akan terjaga.
Sebagai manusia yang
diberkahi akal budi, sangat terbuka kesempatan bagi kita untuk
mengoptimalkan kualitas diri sebagai mahluk hidup. Kita tidak perlu
mengakhiri hidup ini dengan penyesalan, kalau saja kita tidak
henti-hentinya mendera diri kita untuk selalu lebih baik, lebih cepat,
lebih hemat, lebih berintegritas, dan lebih bermartabat.
Kitalah yang memilih untuk melakukan hal yang benar-benar kita minati. Kita bisa memilih hobi dan passion
kita, sekaligus membuat prioritas. Kitalah yang menentukannya, bukan
orang lain. Seperti yang dikatakan penyair Antonio Machado: "Walker, there is no path; the path is made by walking."
Dengan menjalankan good living kita pasti akan melakukan good work juga.
(Eileen Rachman/Sylvina Savitri, EXPERD Consultant)
Bandung (kembali) diguyur hujan
Bandung kembali diguyur hujan, siang ini dari lantai 5 gedung kantor,...... menikmati hujan yang derasnya luar biasa... kilat, petir, gel...
-
Menulis, salah satu aktivitas untuk mencurahkan isi hati dengan bebas😋 media mencurahkan isi pikiran, media tempat berlabuhnya ide dan gag...
-
Allah SWT Berfirman,"Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus h...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar