Kamis, 09 Oktober 2014

Istri-Istri Nabi Muhammad SAW


Istri-istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wanita-wanita mulia di dunia dan di akhirat. Mereka akan tetap mendampingi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga di surga kelak. Mereka juga merupakan ibu dari orang-orang yang beriman, karena itu sebutan ummul mukminin senantiasa disematkan di nama-nama mereka. Allah Ta’ala berfirman,

النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…” (QS. Al-Ahzab: 6).

Jika istri-istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibu orang-orang yang beriman, alangkah ironisnya ketika orang-orang mukmin tidak mengenal ibu mereka sendiri. Berikut ini adalah profil singkat dari 11 istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pertama, Khadijah binti Khuwailid.

Ummul mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha adalah wanita Quraisy yang terkenal dengan kemualiaannya, baik dari sisi nasab maupun akhlaknya. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada kakek kelima, karena itu beliau adalah istri Nabi yang memiliki kekerabatan paling dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dilahirkan pada tahun 68 sebelum hijrah, ibunda Khadijah sempat mengalami fase jahiliyah namun hal itu tidak mempengaruhi perangai dan kepribadiannya yang mulia. Ia adalah wanita pertama, bahkan orang pertama yang beriman kepada kerasulan sang suami, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada sedikit pun kalimat-kalimat penolakan, mendustakan risalah, atau yang membuat Nabi sedih. Di saat-saat berat awal menerima wahyu, Khadijah selalu menyemangati dan menguatkan sang suami.

Saat berusia 4o tahun, Khadijah dinikahi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pernikahan itu terjadi pada tahun 25 sebelum hijrah dan saat itu sang suami pun genap berusia 25 tahun. Rumah tangga yang suci ini berlangsung selama 25 tahun. Dan keduanya dianugerahi 6 orang anak; 2 laki-laki dan 4 perempuan. Mereka adalah Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Qultsum, dan Fatimah.

Ummul mukminin, Khadijah radhiallahu ‘anha wafat pada usia 65 tahun, 3 tahun sebelum hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah.

Kedua, Saudah binti Zam’ah

Saudah binti Zam’ah adalah seorang wanita Quraisy dari Bani ‘Amir. Sebagian sejarawan menyatakan tidak ada catatan yang bisa dijadikan rujukan kuat mengenai tahun kelahiran beliau. Ummul mukmini Saudah binti Zam’ah radhiallahu ‘anha adalah janda dari sahabat as-Sakran bin Amr radhiallahu ‘anhu. Bersama as-Sakran ia memiliki 5 orang anak.

Karena itu tidak diketahui pula usianya saat menikah dengan Nabi dan berapa tahun usianya saat wafat. Namun ada yang mengatakan bahwa usinya saat menikah dengan Nabi adalah 55 tahun. Ibunda Saudah dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat 3 tahun sebelum hijrah.

Pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Saudah binti Zam’ah adalah bantahan yang telak bagi orang-orang yang menuduh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tuduhan keji terkait hubungan beliau dengan wanita. Saat Nabi tengah dirundung duka karena wafat Khadijah sang istri tercinta, Khoulah binti Hakim datang menyarankan agar beliau menikah. Khoulah mengajukan dua nama Saudah atau Aisyah. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih Saudah binti Zam’ah. Beliau memilih wanita yang tua usianya dibanding Aisyah yang masih muda. Setelah pernikahan itu berusia 3 tahun lebih barulah Nabi menikahi Aisyah. Kalau tuduhan orang-orang yang dengki terhadap Islam itu benar, niscaya beliau lebih mengutamakan wanita-wanita muda dan gadis untuk dijadikan pedamping beliau setelah Khadijah.

Ummul mukminin Saudah binti Zam’ah wafat di akhir pemerintahan Umar bin al-Khattab tahun 54 H.

Ketiga, Aisyah binti Abu Bakar

Salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling dikenal oleh umatnya adalah Aisyah radhiallahu ‘anha. Ummul mukminin Aisyah memiliki banyak keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ummahatul mukminin yang lain. Di antaranya, dialah satu-satunya istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Allah turunkan wahyu dari atas langit ketujuh untuk membela kehormatannya. Bukan satu atau dua ayat, tapi Allah firmankan 10 ayat (QS. An-Nur: 11-20) yang membela kehormatan Aisyah radhiallahu ‘anha dan terus-menerus dibaca hingga hari kiamat. Menodai kehormatan Aisyah sama saja mengingkari Alquran. Oleh karena itu, para ulama memvonis kafir orang-orang yang merendahkan kehormatan Aisyah radhiallahu ‘anha.

Ummul mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha dilahirkan pada tahun ke-7 sebelum hijrah. Ia adalah seorang wanita Quraisy putri dari laki-laki yang paling mulia setelah para nabi dan rasul, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu dan ibunya adalah Ummu Ruman radhiallahu ‘anha.

Sebelum menikahi Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya 3 malam berturut-turut dalam mimpinya dan mimpi Nabi adalah wahyu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan mimpinya,

رأيتُك في المنام ثلاث ليال ، جاء بك الملك في سرقة من حرير، فيقول : هذه امرأتك فأكشف عن وجهك فإذا أنت فيه، فأقول : إن يك هذا من عند الله يُمضه

“Aku melihatmu (Aisyah) dalam mimpiku selama tiga malam. Malaikat datang membawamu dengan mengenakan pakaian sutra putih. Malaikat itu berkata, ‘Ini adalah istrimu’. Lalu kusingkapkan penutup wajahmu, ternyata itu adalah dirimu. Aku bergumam, ‘Seandainya mimpi ini datangnya dari Allah, pasti Dia akan menjadikannya nyata’. (HR. Bukhari dan Muslim).

Jadi, Nabi menikahi Aisyah adalah perintah dari Allah Ta’ala.

Aisyah dinikahi Rasulullah saat berusia 9 (terhitung sejak Rasulullah bercampur dengan Aisyah) tahun dan rumah tangga yang suci ini berlangsung selama 9 tahun pula. Aisyah menuturkan,

تزوجني رسول الله صلى الله عليه وسلم لست سنين ، وبنى بي وأنا بنت تسع سنين

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku saat aku berusia 6 tahun dan berumah tangga bersamaku (menggauliku) saat aku berusia 9 tahun.” (Muttafaq’ alaihi).

Umur Aisyah yang sangat dini menjadi polemik di masa kini. Karena orang-orang sekarang menimbang masa lalu dengan kaca mata masa kini. Padahal tidak ada satu pun orang-orang kafir Quraisy, Abu Jahal dkk., mencela pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengna Aisyah. Kita ketahui orang-orang kafir Quraisy mengerahkan segala cara untuk menjatuhkan kedudukan Rasulullah, hingga fitnah yang di luar nalar pun akan mereka lakukan demi rusaknya imge Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah manusia. Mereka menyebut beliau pendusta dan tukang sihir setelah mereka sendiri menggelarinya al-amin. Artinya, nalar Abu Jahal dkk. tidak terpikir untuk mencela Rasulullah yang menikahi Aisyah yang masih sangat muda.

Salah satu hikmah dari pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Aisyah radhiallahu ‘anha adalah menghapus anggapan orang-orang terdahulu yang menjadi norma yang berlaku di antara mereka yaitu ketika seseorang sudah bersahabat dekat, maka status mereka layaknya saudara kandung dan berlaku hukum-hukum saudara kandung. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sahabat dekat. Ketika Rasulullah hendak menikahi Aisyah, Abu Bakar sempat mempertanyakannya, karena ia merasa apakah yang demikian dihalalkan.

عن عروة أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب عائشة إلى أبي بكر فقال له أبو بكر: إنما أنا أخوك، فقال: أنت أخي في دين الله وكتابه وهي لي حلال.

Dari Aurah, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dating kepada Abu Bakar untuk melamar Aisyah. Lalu Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya aku ini saudaramu’. Nabi menjawab, ‘Iya, engkau saudaraku dalam agama Allah Allah dan Kitab-Nya dan ia (anak perempuanmu) itu halal bagiku’.” (HR. Bukhari).

Rasulullah hendak memutus kesalahpahaman ini dan mengajarkan hukum yang benar yang berlaku hingga hari kiamat kelak.

Keempat, Hafshah binti Umar bin al-Khattab.

Wanita Quraisy berikutnya yang merupakan ibu dari orang-orang yang beriman adalah Hafshah putri dari Umar al-faruq. Hafshah dilahirkan pada tahun ke-18 sebelum hijrah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, Hafshah adalah istri dari pahlawan Perang Badar, Khunais bin Khudzafah as-Sahmi radhiallahu ‘anhu. Bersama Khunais, Hafshah mengalami dua kali hijrah, ke Habasyah lalu ke Madinah. Khunais radhiallahu ‘anhu wafat karena luka yang ia derita saat Perang Badar.

Setelah Khunais radhiallahu ‘anhu wafat, Umar berusaha mencarikan laki-laki terbaik untuk menjadi suami putrinya ini. Ia mendatangi Abu Bakar dan Utsman, namun keduanya bukanlah jodoh bagi anak perempuannya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang Hafshah. Betapa bahagianya Umar, selain menjadi sahabat Rasulullah, ia pun mendapatkan kehormatan dengan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi yang mulia.

Pernikahan Hafshah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi pada tahun ke-3 H. saat itu usia Hafshah adalah 21 tahun. Ia hidup bersama Rasulullah, membangun keluarga selama 8 tahun. Saat usianya menginjak 29 tahun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat. Dan Hafshah wafat pada usia 63 tahun tahun 45 H, pada masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.

Kelima, Zainab binti Khuzaimah.

Keistimewaan ummul mukminin Zainab binti Khuzaimah adalah ringannya beliau dalam berderma. Karena hal ini, ia dijuluki ibunya orang-orang miskin. Zainab binti Khuzaimah adalah seorang wanita Quraisy janda dari pahlawan Perang Uhud, Abdullah bin Jahsy radhiallahu ‘anhu.

Setelah menjanda, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya di bulan Ramadhan tahun 3 H. Namun kebersamaannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berlangsung lama. Ummul mukminin Zainab bin Khuzaimah wafat saat pernikahannya dengan Rasulullah baru berumur 8 bulan atau bahkan kurang dari itu. Dan saat itu usia Zainab radhiallahu ‘anha 30 tahun. Dengan demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dua kali merasakan wafat ditinggal istrinya.

Keenam, Ummu Salamah.

Nama Ummu Salamah adalah Hindun binti Umayyah. Ia adalah wanita Bani Makhzum anak dari salah seorang yang paling dermawan dari kalangan Quraisy, Umayyah bin al-Mughirah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, suaminya adalah seorang muhajirin yang pertama-tama memeluk Islam, ia adalah Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad al-Makhzumi al-Qurasyi.

Ummu Salam dilahirkan pada tahun 24 sebelum hijrah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya di tahun 4 H. Saat itu usianya menginjak 28 tahun. Hikmah dari pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Ummu Salamah adalah pemuliaan terhadap Ummu Salamah radhiallahu ‘anha. Ia dan suaminya adalah orang yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam sebagai orang-orang pertama menyambut dakwah Islam. Ummu Salamah juga memiliki 4 orang anak yang menjadi yatim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi penanggungnya dan keempat anaknya.

Ummu Salamah radhiallahu ‘anha memiliki usia cukup panjang, 85 tahun. Ia wafat pada tahun 61 H, pada saat pemerintahan Yazid bin Muawiyah.

Ketujuh, Zainab binti Jahsy.

Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy dilahirkan pada tahun 32 sebelum hijrah. Ibunya adalah Umaimah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ummul mukminin Zainab binti Jahsy adalah wanita terhormat saudari dari Abdullah bin Jahsy, sang pahlawan Perang Uhud yang dimakamkan satu liang dengan paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthalib radhiallahu ‘anhu.

Sebelum menjadi istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Zainab adalah istri dari anak angkat Nabi yakni Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu. Pernikahan keduanya tidak berjalan langgeng karena perbedaan kafa-ah. Akhirnya perceraian pun terjadi.

Lalu Zainab dinikahi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu, Zainab berusia 37 tahun. Berjalanlah biduk rumah tangga Rasulullah dengan Zainab selama 6 tahun, hingga Rasulullah wafat. Di antara keistimewaan Zainab binti Jahsy radhiallahu ‘anha adalah Allah Ta’ala yang menjadi walinya saat menikah dengan Rasulullah.

Di antara hikmah pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Zainab adalah meluruskan budaya yang keliru pada masyarakat kala itu. Orang-orang saat itu beranggapan bahwa anak angkat sama statusnya dengan anak kandung. Anggapan ini tentu saja akan berdampak pada hukum-hukum syariat yang lainnya; waris, mahram, pernikahan, dll. Tradisi dan anggapan ini kian mengakar di masyarakat Islam pada saat itu sehingga perlu diluruskan. Karena itu, Allah Ta’ala memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikahi Zainab binti Jahys radhiallahu ‘anha, untuk menghapus anggapan demikian. Jika tidak anggapan ini akan berdampak berat bagi umat manusia, secara khusus lagi umat Islam.

Ummul mukminin Zainab binti Jahsy radhiallahu ‘anha wafat pada masa pemerintahan Umar bin al-Khattab tahun 21 H dengan usia 53 tahun.

Kedelapan, Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhirar. .......bersambung

Bandung (kembali) diguyur hujan

Bandung kembali diguyur hujan, siang ini dari lantai 5 gedung kantor,...... menikmati hujan yang derasnya luar biasa... kilat, petir, gel...