Sabtu, 24 September 2011

Membangun Bandung


Isti Larasati Widiastuty

25 September tahun ini Kota Bandung akan memasuki usianya yang ke-201 tahun. Usia yang bisa dikatakan tidak muda lagi. Berbagai prestasi telah diraih Kota Bandung selama 201 tahun perjalanan pembangunan. Selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir terlihat berbagai kemajuan pembangunan yang telah dicapai, baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia (masyarakat) Kota Bandung itu sendiri. Untuk melihat capaian pembangunan ekonomi biasa digunakan dengan ukuran Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Selama sepuluh tahun terakhir LPE Kota Bandung menunjukkan fluktuasi ke arah yang menunjukkan perbaikan ekonomi.
Jika pada tahun 2002 perekonomian Kota Bandung tumbuh sekitar 7,13 persen maka pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 8,45 persen, walaupun setelah mengalami fluktuasi beberapa tahun sebelumnya. Peningkatan LPE yang signifikan pada tahun 2010 ditunjukkan dengan meningkatnya kinerja ekonomi dari berbagai sektor ekonomi, seperti sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor konstruksi, serta sektor jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di Kota Bandung menjadikan Kota Bandung sebagai salah satu kota tujuan para pendatang untuk bekerja dan menetap di Kota Bandung. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk Kota Bandung dari tahun ke tahun, mengiringi capaian pertumbuhan ekonomi kota. Jika pada tahun 2002 hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) penduduk Kota Bandung sebanyak 2.142.914 jiwa, maka pada tahun 2010 meningkat menjadi 2.394.873 (hasil Sensus Penduduk 2010).
Bertambahnya jumlah penduduk yang mengiringi pertambahan usia Kota Bandung, bertambah pula beban dan permasalahan yang dihadapi kota. Perlu upaya keras dan dukungan dari berbagai pihak untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi Kota Bandung. Mengatasi permasalahan kota, pada dasarnya adalah mengatasi permasalahan masyarakat Kota Bandung sendiri. Sampai dengan saat ini, di usianya yang ke-201 masih banyak permasalahan pembangunan yang belum terselesaikan.
Pembangunan Kota Bandung pada dasarnya dilaksanakan semata-mata bagi kesejahteraan masyarakat Kota Bandung itu sendiri. Namun kenyataan yang selama ini sering terjadi seringkali masyarakat tidak banyak dilibatkan dalam semua tahapan pembangunan. Hal ini karena para perencana pembangunan kadang kala menganggap bahwa masyarakat tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk dapat melaksanakan program pembangunan tersebut. Padahal masyarakat sendiri yang merasakan masalah dan kebutuhan-kebutuhannya, serta memahami hal-hal apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Dalam hal ini, untuk mengatasi permasalahan Kota Bandung, maka masyarakat Kota Bandung perlu “diajak” untuk berpartisipasi dalam setiap tahapan pembangunan di Kota Bandung.

Partisipasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Partisipasi” didefinisikan sebagai perihal turut berperan serta di suatu kegiatan. Keith Davis (1979) dalam Huraerah (2008 : 95) mendefinisikan partisipasi secara konseptual sebagai : “participation is defined as mental and emotional involvement of persons in group situations that encourage them to contribute to group goals and share responsibility for them” (Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental dan emosi dari orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyumbang pada tujuan-tujuan kelompok dan bersama-sama bertanggung jawab terhadapnya). Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa arti partisipasi bukan hanya sekedar mengambil bagian atau pengikutsertaan saja tetapi lebih dari itu, dalam partisipasi terkandung tiga gagasan pokok. Pertama mental and emotional involvement, adanya keterlibatan mental dan emosi. Kedua motivation to contribute, yaitu adanya dorongan untuk memberikan sumbangan. Ketiga acceptance of responsibility, yaitu adanya penerimaan tanggung jawab.
Berdasarkan rumusan di atas, maka partisipasi masyarakat menjadi penting dalam setiap tahapan pembangunan. Diana Conyers seperti dikutip Huraerah (2008 : 104) menyatakan ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat yang sangat penting. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Satu-satunya cara agar berbagai informasi diperoleh hanyalah dengan jalan melibatkan masyarakat setempat secara langsung dalam proses perencanaan. Kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses perencanaan dan persiapannya. Ketiga, yang mendorong adanya partisipasi umum di banyak negara, karena timbul anggapan merupakan suatu hak demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Hal ini selaras dengan konsep “men-centered development” dimana pembangunan dipusatkan kepada kepentingan manusia, yaitu jenis pembangunan yang lebih diarahkan demi perbaikan nasib manusia dan tidak sekedar sebagai alat pembangunan itu sendiri.
Pengalaman keberhasilan partisipasi masyarakat dalam pemetaan dan perencanaan kemiskinan di Bandar Lampung menurut Soegijoko (2005) dalam Huraerah (2008) dikarenakan adanya : Pertama, inisiatif yang berasal dari pemerintah daerah setempat dan didukung pula oleh masyarakat memudahkan pelaksanaan partisipasi. Kedua, seringnya melakukan komunikasi dengan berbagai pihak terutama untuk mencapai kesepakatan/consensus. Ketiga, perlunya sosialisasi ide awal, untuk membuka komunikasi dan melihat tanggapan/reaksi masyarakat. Keempat, keberhasilan dan keberlanjutan partisipasi dipengaruhi oleh : (a). Tempat, waktu, dan orang yang tepat. (b) Kesiapan materi dan kesiapan sumber daya manusia (masyarakat, fasilitator, termasuk pemerintah). (c) Dukungan dan komitmen pemerintah.
Keberhasilan partisipasi dalam program pembangunan di Bandar Lampung tersebut bisa juga tercapai di Kota Bandung. Kota Bandung sebagai salah satu kota tujuan pendidikan memiliki sumber daya manusia yang berkompeten dan memiliki kapabilitas untuk mengatasi permasalahan pembangunan yang ada di Kota Bandung. Tentu saja hal ini terjadi jika ruang partisipasi dibuka lebar bagi seluruh komponen masyarakat. Memang selama ini pada perencanaan pembangunan sebagian masyarakat (aparat kewilayahan) dilibatkan dalam musyawarah perencanaan pembangunan untuk merencanakan program pembangunan mendatang, namun hal ini dirasa belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan bertambahnya usia, masih banyak permasalahan yang dirasakan masyarakat di kota bermartabat ini.
Partisipasi Mengatasi Kemacetan
Permasalahan yang dirasakan hampir semua masyarakat Kota Bandung beberapa waktu terakhir adalah masalah kemacetan. Kemacetan terjadi di mana-mana, terjadi hampir di semua ruas jalan Kota Bandung. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi hal ini, namun setiap hari kemacetan dirasa semakin meningkat saja. Kemacetan yang erat kaitannya dengan masalah angkutan, transportasi, dan kondisi infrastruktur kota, masih menjadi salah satu permasalahan kota, walaupun LPE sektor angkutan cukup tinggi dan Kota Bandung pernah mendapat penghargaan terkait penanganan masalah angkutan masyarakat. Beberapa waktu lalu Walikota Bandung mendapat penghargaan Wahana Tata Nugraha 2010 kategori angkutan untuk kota metropolitan. Penghargaan ini diberikan setelah beroperasinya angkutan umum massal Trans Metro Bandung (TMB) sejak tahun 2010 lalu.
Penghargaan yang diterima Kota Bandung dalam bidang transportasi tahun ini kiranya perlu dijadikan momentum untuk mengoptimalkan sarana angkutan missal dalam mengatasi kemacetan di Kota Bandung. Memang tidak mudah, karena yang perlu dibangun bukan hanya sarana fisik seperti shelter-shelter TMB, namun budaya masyarakat. Budaya masyarakat untuk naik dan turun dari kendaraan umum pada tempat yang telah ditentukan. Budaya naik dan turun seenaknya, angkutan kota (angkot) yang ngetem di sembarang tempat, bis damri yang berhenti di sembarang tempat (bukan di halte) ditengarai sebagai faktor pemicu kemacetan di Kota Bandung, di samping pengendara angkutan pribadi lainnya yang tidak tertib di jalan raya.
Optimalisasi sarana angkutan massal tidak hanya pada TMB, namun juga bisa dilakukan pada sarana lainnya, seperti bis damri dan kereta api. Memperbanyak armada dan halte bis damri dan membudayakannya untuk menaikkan dan menurunkan penumpang hanya di halte sebagaimana TMB sedikit banyak bisa bermanfaat mengatasi kemacetan karena daya tampungnya lebih banyak. Memperbanyak rangkaian kereta api lokal dan membangun lebih banyak stasiun kecil kereta api sedikit banyak bisa mengurai kemacetan di beberapa ruas jalan di Kota Bandung. Misalnya saja di setiap persimpangan rel kereta api dengan jalan besar dibangun stasiun kecil, seperti halnya dilakukan di Jakarta dengan jalur kereta api Bogor – Jakarta dan Bekasi –Jakarta. Dua hal tersebut hanyalah ide sederhana dari masyarakat yang masih awam akan masalah transportasi dan perencanaan wilayah.
Kota Bandung memiliki banyak ahli transportasi dan ahli perencanaan wilayah. Di Kota Bandung juga terdapat berbagai universitas yang berkompeten dalam hal ini. Dalam momentum ulang tahun Kota Bandung kiranya seluruh komponen masyarakat yang memiliki kompetensi dan kapabilitas perlu “diajak” untuk berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan Kota Bandung, seperti mengatasi kemacetan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) selaku stakeholder yang berwenang dalam menyusun perencanaan pembangunan di Kota Bandung sudah saatnya “mengajak” seluruh komponen masyarakat dalam merencanakan pembangunan, mengatasi permasalahannya. Karena sekali lagi, tanpa adanya partisipasi masyarakat setiap program yang dijalankan hasilnya tidak akan optimal, dalam hal ini partisipasi perlu dilakukan sejak perencanaan dan persiapan. Untuk menampung partisipasi masyarakat, bisa melalui wadah “sayembara”, seperti halnya pernah dilakukan ketika menentukan logo ulang tahun Kota Bandung ke-200. Mungkin “sayembara mengatasi kemacetan di Kota Bandung” perlu dilakukan, agar seluruh komponen masyarakat bisa memberikan reaksi, tanggapan, ide maupun rencananya dengan menguraikan permasalahan dan kebutuhan-kebutuhannya terkait masalah kemacetan di Kota Bandung. Masyarakat bisa berpartisipasi mengatasi kemacetan, bukan berpartisipasi menimbulkan kemacetan. Sehingga pada akhirnya, kita, selaku masyarakat Kota Bandung bisa memiliki akses dan ruang untuk berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan kota. Dengan kemampuan, keterampilan, keahlian, dan kewenangannya masing-masing semua berpartisi aktif dalam pembangunan. Di ulang tahun ke-201, masyarakat berpartisipasi aktif membangun Kota Bandung.***
http://epaper.pikiran-rakyat.com/-jumat-23-september-2011

Bandung (kembali) diguyur hujan

Bandung kembali diguyur hujan, siang ini dari lantai 5 gedung kantor,...... menikmati hujan yang derasnya luar biasa... kilat, petir, gel...